Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Dinilai Lebih Tahan Banting Hadapi Perang Dagang

Indonesia dinilai lebih kuat menghadapi perang dagang dibandingkan Singapura dan Thailand.
Direktur Treasury & International BNI Rico Rizal Budidarmo memberikan sambutan dalam BNI Economy & Investment Outlook 2019 yang diselenggarakan di BNI Gallery Hong Kong, Rabu (12/12/2018)./Bisnis-Hadijah Alaydrus
Direktur Treasury & International BNI Rico Rizal Budidarmo memberikan sambutan dalam BNI Economy & Investment Outlook 2019 yang diselenggarakan di BNI Gallery Hong Kong, Rabu (12/12/2018)./Bisnis-Hadijah Alaydrus

Bisnis.com, HONG KONG -- Indonesia dinilai lebih kuat menghadapi perang dagang dibandingkan Singapura dan Thailand.

Komisaris PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Ari Kuncoro menuturkan Singapura dan Thailand sangat mungkin terpengaruh karena mereka menggantungkan ekonominya kepada sektor perdagangan. Sementara itu, ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi.

"Tumbuh 5,1% atau 5,2% atau berapapun, itu ditopang oleh konsumsi masyarakatnya," tuturnya dalam BNI Economy & Investment Outlook 2019 di BNI Hong Kong, Rabu (12/12/2018).

Saat ini, lanjut Ari, pola konsumsi Indonesia bergerak ke arah leisure atau bersifat hiburan. Ini merupakan pola yang umumnya muncul di negara berkembang.

Hal ini pun terbukti dari tingginya konsumsi di sektor pariwisata dan hiburan.

"Jadi kami bukannya miskin, kami hanya memiliki masalah struktural," ujarnya.

Masalah struktural itu disebut terkait dengan defisit transaksi berjalan. Setiap ekonomi Indonesia bergerak tumbuh, defisit transaksi berjalan turut meningkat.

Ari, yang juga Dekan Universitas Indonesia (UI), menerangkan kelemahan struktural ini dipicu oleh kenaikan impor setiap kali ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan.

Jenis impor yang signifikan adalah impor barang modal dan bahan bakar. Akibatnya, defisit Indonesia dalam beberapa bulan terakhir tumbuh di atas 3%.

Defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat sebesar 3,37% pada kuartal III/2018. Untuk menangani masalah ini, Indonesia dinilai memerlukan pembiayaan dari investasi portfolio dan investasi langsung.

Di sisi lain, dia melihat adanya secercah harapan dari pertumbuhan investasi.

Pada Oktober 2017, investasi memang masih rendah. Namun, realisasi investasi menjadi lebih stabil tahun ini.

"Kami harap masih naik pada 2018," sebut Ari.

Dengan adanya proyeksi ini, dia berharap pendapatan masyarakat dapat bergerak naik dan akhirnya mampu mendorong konsumsi.

Acara BNI Economy & Investment Outlook 2019 diselenggarakan di BNI Gallery Hong Kong dan dihadiri oleh sekitar 60 investor dan bankir dari Hong Kong. Acara ini terselenggara berkat kerja sama antara BNI Hong Kong dan Kumparan serta Bisnis Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper