Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Minta Regulator Atur Batas Atas Premi Risiko Kredit Sektor Mikro

Komisi Pengawas Persaingan Usaha mendorong regulator keuangan untuk mengatur batas atas premi risiko kredit sektor mikro oleh bank umum dan BPR.

Bisnis.com, MAKASSAR - Komisi Pengawas Persaingan Usaha mendorong regulator keuangan untuk mengatur batas atas premi risiko kredit sektor mikro oleh perbankan umum dan BPR.

Komisioner KPPPU Syarkawi Rauf mengemukakan premi reaiko yang cenderung signifikan memicu pembentukan potensi excessive margin suku bunga di Indonesia.

Selain itu, katanya, pengaturan penetapan premi resiko diharapkan segera dilakukan regulator karena selama ini pihak perbankan tertutup dalam penghitungan premi resiko dari pinjaman mikro yang akan disalurkan.

"Jika batas atas tidak memungkinkan, kita harap paling tidak regulator bisa segera menemuan formulasi yang tepat untuk mengatur premi resiko," katanya di sela-sela diskusi kebijakan suku bunga kredit di Makassar, Senin (2/6/2014).

Adapun, premi risiko merupakan salah satu komponen pembentuk bunga yang slanjutnya mencerminkan prospek usaha yang dibiayai dan kemampuan debitur melunasi kredit.

Premi risiko cenderung selalu dijadikan alasan perbankan saat  menetapkan bunga tinggi ke sektor UMKM.

Kondisi tersebut kemudian diperparah oleh sikap perbankan yang tidak memberikan akses informasi kepada debitur terkait penghitungan premi resiko.

Sejauh ini, suku bunga dasar kredit (SBDK) mikro yang diberlakukan perbankan masih tinggi yang berada pada dobel digit.

Berdasarkan data bank sentral, SDBK mikro sejumlah perbankan nasional per akhir April 2014 seperti Bank Mandiri berada pada level 22%, BRI 19,25%, CIMB Niaga 20%, BTN 18,75% dan Bank Danamon pada level 20,94%.

Kondisi tersebut juga terjafi pada bank pembangunan daerah, diantaranya Bank DKI yang mematok SDBK mikro 19%, BJB pada level 18,99%, Bank Sulselbar 12,86%, Bank Jatim 11,42% dan Bank Papua 15,97%.

"Di sisi lain, struktur pasar penyedia kredit bank untuk sektor UMKM itu di bawah 75% per provinsi," ucap Syarkawi.

Dia memaparkan, industri perbankan Tanah Air dinilai belum efesien lantaran mempuyai struktur yang bersifat oligopoli.

Dengan kondisi perbankan itu, akan mempengaruhi daya saing nasional terkhusus sektor UMKM dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang diberlakukan pada tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Amri Nur Rahmat
Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper