Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbankan Syariah Indonesia: Jangan Sampai Kehilangan Momentum

Pelan tapi pasti, industri keuangan syariah berjejal di sejumlah negara mayoritas muslim dunia. Pun menjejaki negara-negara mayoritas lain tanpa terusik label agama maupun ras.
  Ilustrasi pelayanan di salah satu bank syariah. /
Ilustrasi pelayanan di salah satu bank syariah. /

Bisnis.com, Jakarta-- Pelan tapi pasti, industri keuangan syariah berjejal di sejumlah negara mayoritas muslim dunia. Pun menjejaki negara-negara mayoritas lain tanpa terusik label agama maupun ras.
 
Dalam perjalanannya, institusi perbankan dianggap sebagai tiang penopang yang tengah menebalkan diameter performanya demi kokoh menumpu industri finansial syariah.
 
Berdasarkan laporan terbaru Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD) Thomson Reuters, total aset keuangan syariah di seluruh dunia telah mencapai US$1,66 triliun sampai akhir 2013.
 
Shaima Hasan, perempuan muda berhijab yang menjadi Ketua Tim Riset Keuangan Syariah Thomson Reuters optimis memperkirakan, aset keuangan syariah global akan tumbuh mencapai angka US$2 triliun dalam kurun satu atau dua tahun ke depan.
 
“Pertumbuhan keuangan syariah terutama akan didorong oleh melesatnya perkembangan bank komersial, diikuti pula dengan penerbitan sukuk,”jelasnya dalam obrolan lanjutan via surat elektronik, beberapa waktu lalu.
 
Dia mengestimasi industri keuangan syariah akan tumbuh dua kali lipat dibanding rerata pertumbuhan industri finansial konvensional. Hal itu ditopang kondisi ekonomi global yang cukup kondusif, lagi-lagi perkembangan perbankan syariah menjadi titik balik.
 
Ya, institusi perbankan memang mendominasi total aset finansial syariah dunia dengan presentase 73,2% atau berkontribusi mencapai US$1,214 triliun.
 
Sisanya diikuti outstanding nilai sukuk yang sebesar US$279 miliar atau 16,87% dan aset keuangan syariah lain berasal dari tabungan haji sebesar 5,16% atau US$85,5 miliar.
 
Investasi syariah menyumbang 3,06% atau US$50,7 miliar. Terakhir, industri takaful hanya berkontribusi senilai US$27,84 miliar atau 1,68% dari total aset finansial syariah global.
 
Shaima mengungkapkan perbankan syariah mencatatkan return of equity yang positif dengan level 10%-15% pada periode itu. Menurutnya, hal itu tentu mencerminkan kesehatan dan kefasihan industri perbankan dalam meraup untung.
 
Dominasi industri perbankan syariah berada di tangan tiga negara besar muslim, yakni Iran, Arab Saudi, dan Malaysia, dengan nilai fantastis.
 
Meski Indonesia berada di peringkat sembilan negara dengan nilai aset perbankan terbesar di dunia, Negeri Seribu Pulau itu sepertinya tak sempat berbangga diri.
 
Pasalnya, dari 10 negara beraset perbankan syariah terbesar, hanya Indonesia dan Iran yang mengalami penurunan kinerja aset pada 2013. Nilai aset bank syariah Indonesia merosot hingga 2,9%, dari semula US$19,73 miliar menjadi US$19,17 miliar.
 
Analisa lembaga internasional itu dalam laporannya menyebutkan penurunan kinerja aset bank syariah Indonesia disebabkan kecenderungan depresiasi nilai tukar mata rupiah. Kondisi ekonomi makro serta politik nasional tak pelak menjadi batu sandungan.
 
Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia (PT BII) Juniman menilai aset bank syariah Indonesia tetap tumbuh meski mengalami perlambatan pada tahun lalu dan tahun ini.
 
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjadi pada beberapa waktu terakhir dianggap menjadi pemicu utama. Kuartal ketiga tahun ini misalnya, pertumbuhan ekonomi tercatat hanya 5,01%, terendah sejak 2009.  
 
“Kondisi itu berdampak pada perlambatan kredit sehingga pertumbuhan aset dan loan perbankan syariah menyurut,”ucapnya saat dihubungi Bisnis.
 
Kendati demikian, lanjutnya, pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia justru lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional yang sudah matang.
 
Secara agregat, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai 19%-20%, lebih tinggi dari pertumbuhan aset bank konvesional yang hanya berkisar 14%-15%.
 
Jika disandingkan dengan kondisi perbankan syariah negara muslim lainnya seperti Iran, Arab Saudi, atau Malaysia, sambungnya, potensi Indonesia masih relatif baru sehingga ruang tumbuh sangat besar.
 
“Jadi peluang untuk tumbuh masih sangat terbuka lebar. Masih banyak ruang untuk terus berekspansi, jalannya masih panjang,”katanya.
 
Ke depan, dia mengimbau para pemangku kepentingan agar terus memberikan pemahaman ekonomi syariah kepada masyarakat. Tujuannya, tentu mendorong kesadaran bahwa keuangan syariah dapat menjadi pilihan transaksi keuangan alternatif.
 
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengatakan pertumbuhan aset perbankan syariah Indonesia menurun karena sebagian dana migrasi ke bank konvensional. Di sisi lain, pertumbuhan aset bank konvensional lebih besar dibanding bank syariah.
 
Untuk itu, institusi perlu berupaya meningkatkan aset dengan inovasi produk dana tabungan dan deposito yang menarik dan kompetitif untuk mengejar penaikan jumlah dana.
 
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga perlu memberi perhatian terhadap perkembangan bank syariah.
 
“Misalkan, kerja sama dengan pemerintah untuk mendorong penempatan dana institusi pemerintah ke bank syariah,”tuturnya.
 
Indonesia tak patut kehilangan momentum di tengah menggeliatnya ekonomi dunia yang menuntut perkembangan institusi keuangan alternatif seperti perbankan syariah.
Gebrakan pendirian bank syariah oleh negara agaknya laik dijadikan pertimbangan. Firdaus Djaelani, Deputi Komisioner Otoriitas Jasa Keuangan (OJK) pernah kembali mendengungkan wacana itu dalam sebuah kesempatan.
 
Menurut dia, bank badan usaha milik negara (BUMN) syariah bisa menciptakan efek berlapis bagi pertumbuhan industri keuangan syariah. Jika berniat, pendirian bank bisa saja terwujud melalui dua opsi, yakni mendirikan bank baru atau mengubah platform bank negara yang sudah ada.
 
Dia menggambarkan pemerintah bisa memanfaatkan bank syariah BUMN sebagai bank persepsi penerima pajak atau penyalur anggaran belanja negara. Nantinya, pembentukan bank syariah BUMN diharapkan mempengaruhi perkembangan produk investasi syariah lain.
 
Najmul Hasan, Director Remedial Asset Management Unit ICD, menambahkan pertumbuhan perbankan syariah akan signifikan jika didorong partisipasi pemerintah, regulator, bank sentral, dan masyarakat.
 
Intinya, harus ada komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan, bisa melalui transformasi aturan, insentif pajak, inovasi produk atau fokus memperbaiki infrastruktur.
 
Pada akhirnya, kuasa institusi perbankan menentukan arah perkembangan industri keuangan syariah secara menyeluruh.
 
Hal itu dibenarkan Aamir A. Rehman, Managing Director lembaga konsultan keuangan asal Dubai Fajr Capital Advisor menegaskan basis fundamental ekonomi syariah berasal dari perbankan.
 
Maka permulaan terbaik meningkatkan performa keuangan syariah ialah dengan menciptakan pasar melalui perbankan. Selanjutnya baru mengepakkan sayap pada inovasi instrumen lain.
 
Sebagai negara pemilik aset perbankan syariah terbesar se-Asia, Gubernur Bank Negara Malaysia Zeti Akhtar Aziz turut berkomentar. Menurut dia, perbankan syariah harus mengoptimalkan perannya sebagai lembaga intermediasi.
 
Transformasi dibutuhkan untuk memperkuat konektifitas antara industri keuangan dengan ekonomi riil, terutama kebutuhan likuiditas bagi pertumbuhan industri mikro.
 
“Tak perlu perbankan raksasa, yang terpenting industri meyakini punya keahlian dalam menangani ekspansi bisnis dan memfasilitasi aktivitas keuangan lintas batas sektoral,”ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lavinda
Editor : Fahmi Achmad

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper