Bisnis.com, JAKARTA— Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui perkembangan ekonomi syariah di Indonesia masih stagnan.
Kalla mengatakan Indonesia terlambat memulai upaya pengembangan industri keuangan syariah. Hal itu jauh berbeda dibandingkan negara tetangga Malaysia yang sudah memulainya sejak lama sehingga perkembangan ekonomi syariah di Negeri Jiran berkembang pesat.
“Malaysia sudah mulai menerapkan sistem keuangan syariah sejak 1963 melalui Tabung Haji dengan pola bagi hasil,”ujarnya dalam pidato Pembukaan Muktamar ke-3 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (30/4/2015).
Berdasarkan data Laporan Perkembangan Keuangan Islam 2014 ICD Thomson Reuters, Indonesia berada di peringkat sembilan aset keuangan syariah terbesar di dunia dengan nilai US$35,6 miliar.
Nilai itu jauh lebih rendah dari aset keuangan syariah Malaysia yang mencapai US$423,2 miliar dan menduduki peringkat pertama negara beraset syariah terbesar di dunia.
Padahal, sambung dia, sekarang jauh lebih mudah mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia, terlebih dengan keberadaan para petinggi dan pejabat di sektor ekonomi yang memahami sistem ekonomi syariah.
Terlebih, tak ada pertentangan aturan antara ekonomi konvensional dan syariah. Hanya ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan dalam aturan syariah.
“Ekonomi Islam itu sederhana dan mudah. Kalau dibelit-belitkan aturannya [sistem konvensional dan syariah] memang tidak akan maju,”tuturnya.
Dia menguraikan ekonomi Islam mencakup tiga hal yakni bisnis, keuangan, dan investasi. pada dasarnya, bisnis dan investasi bermuara pada aturan dan struktur keuangan.