Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembiayaan Infrastruktur, Kontribusi Industri Pensiun dan Asuransi Masih Minim

Sejumlah kalangan menilai keterlibatan industri dana pensiun dan asuransi dalam menyediakan pembiayaan infrastruktur jangka panjang tidak akan banyak berubah signifikan pada tahun ini.
Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) di Jawa Barat./Antara
Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) di Jawa Barat./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai keterlibatan industri dana pensiun dan asuransi dalam menyediakan jangka panjang untuk pembiayaan infrastruktur tidak akan banyak berubah signifikan pada tahun ini.

Menurut Ketua Komite Asuransi dan Dana Pensiun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hotbonar Sinaga, masih dibutuhkan keberpihakan pemerintah untuk mendorong peran industri dana pensiun dan asuransi dalam proyek infrastruktur yang selama ini digembor-gemborkan.

“Khusus untuk dana pensiun, regulator baru saja menerbitkan peraturan tentang investasi dana pensiun. Tetapi, saya rasa itu masih belum memadai,” katanya dalam seminar Indonesia Infrastructure Finance Conference 2015 di Jakarta, Kamis (18/6/2015).

Sebagaimana diketahui, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 3/POJK.05/2015 menambah pilihan investasi bagi industri dana pensiun menjadi 21 item, dari yang sebelumnya hanya 19 item.

Selain menambah pilihan investasi, beleid ini juga mengizinkan dana pensiun memiliki lebih banyak penempatan langsung, properti maupun memiliki aset di luar negeri dengan izin otoritas.

Kelonggaran juga diberikan untuk surat berharga. Dari awalnya mensyaratkan peringkat A dari lembaga rating, setelah revisi cukup dengan investment grade. “Kami tidak boleh berinvestasi di private equity, harusnya dibolehkan tetapi dibatasi. Misalnya dengan mekanisme rating,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, dirinya juga meminta insentif pajak bagi perusahaan keuangan non bank yang berinvestasi di perusahaan infrastruktur milik pemerintah, misalnya PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF).

“Harusnya ada insentif, misalnya kalau dapat capital gain bisa bebas dari pajak penghasilan. Juga, bunga seharusnya bebas dari pajak,” tambahnya.

Hingga saat ini, dirinya mengungkapkan insentif pajak hanya dikenakan kepada industri pensiun swasta, sedangkan industri asuransi masih terkena subject to tax.

Tak jauh berbeda, Evelina F. Pietruschka, Presiden Komisaris PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life) mengungkapkan perlunya keberpihakan pemerintah untuk membangun kapasitas industri asuransi di Indonesia.

“Literasi masih rendah sehingga pertumbuhan industri asuransi juga masih lambat. Jika itu terus terjadi, maka industri asuransi tidak akan mampu terlibat aktif dalam prioritas pemerintah yakni pembangunan infrastruktur,” katanya.

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) per kuartal I/2015 menunjukkan produk unit linked masih menjadi kontributor terbesar hingga 53,9% dari total pendapatan premi, sedangkan produk tradisional hanya menyumbang 46,1%.

Sampai akhir kuartal I/2015, total pemdapatan premi yang diperoleh dari produk unit linked naik 24,4%, dan produk tradisional naik 33,6%. “Produk unit linked masih berkontribusi dominan. Padahal, dana tersebut lebih bersifat jangka pendek,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper