Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RELAKSASI LTV: Multifinance Hindari Risiko Lonjakan NPF

Sejumlah multifinance lebih mengutamakan kualitas permintaan untuk menghindari pembiayaan bermasalah di tengah harapan melonjaknya permintaan imbas rencana relaksasi loan to value.
Ilustrasi/www.raceworld.tv
Ilustrasi/www.raceworld.tv

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah multifinance lebih mengutamakan kualitas permintaan untuk menghindari pembiayaan bermasalah di tengah harapan melonjaknya permintaan imbas rencana relaksasi loan to value.

Harryjanto Lasmana, Direktur Utama PT Mandala Multifinance Tbk. (Mandala Finance) mengatakan kendati regulasi tersebut berdampak pada turunnya uang muka pembiayaan minimum (down payment/DP), perusahaannya tidak ingin mengejar peningkatan pembiayaan saja.

Dia mengatakan turunnya DP minimum memang akan menaikkan permintaan. Meski demikian, risiko yang ditimbulkan juga akan lebih tinggi karena berpotensi mengerek rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) apabila pihaknya tidak melakukan seleksi secara ketat.

“Kami harus memikirkan tingkat risiko, tidak serta merta menaikkan pembiayaan saja. Risikonya akan kembali ke kami sendiri,” kata Harryjanto, seperti dikutip Bisnis, (23/6/2015).

Saat ini, rasio NPF Mandala Finance mencapai 1,26% pada Mei 2015 atau masih jauh di bawah standar yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan sebesar 5%. Meski demikian, pembiayaan yang disalurkan baru mencapai 31,4% dari target yang ingin dicapai tahun ini sebesar Rp6 triliun.

Sampai Mei, pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp1,915 triliun dengan komposisi motor baru dan bekas yang berimbang. Adapun, pembiayaan syariah berkontribusi sebesar 35% dari total pembiayaan itu.

Kendati uang muka pembiayaan syariah direncanakan akan lebih rendah dari konvensional dalam beleid itu, Harryjanto memperkirakan porsi syariah akan cenderung sama dalam portofolio bisnis Mandala Finance sampai akhir tahun.

“Kembali lagi pada risiko itu, kualitas permintaan yang ada. Kami perkirakan porsi tetap akan sama,” ujarnya.

Ignatius Susatyo Wijoyo, Direktur Utama Mandiri Tunas Finance (MTF) mengatakan NPF memang menjadi salah satu masalah utama perusahaan pembiayaan di tengah melambatnya daya beli masyarakat saat ini.

“Memang bisa jadi stimulus [relaksasi LTV], tapi isu volume [pembiayaan] itu kan bukan jadi salah satu masalah perusahaan pembiayaan saat ini, tapi NPF juga,” ujarnya.

Sampai Mei 2015, Ignatius mengatakan pihaknya baru menyalurkan Rp6,5 triliun dari target tahun ini yang mencapai Rp20 triliun. Adapun, NPF MTF terkendali di angka 1% atau naik sedikit dari April lalu sebesar 0,9%.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Dumoly F. Pardede menyatakan beleid penurunan DP minimal sudah memasuki finalisasi untuk pengesahan.

DP minimal pembiayaan jenis konvensional untuk kendaraan roda dua ditetapkan sebesar 15% sedangkan pembiayaan syariah 10%.

Namun, hanya perusahaan pembiayaan kendaraan roda dua dengan rasio NPF di bawah 5% per bulan yang bisa menerapkan penurunan uang muka itu, sedangkan perusahaan dengan rasio NPF di atas 5% tidak diperbolehkan.

“Tapi kalau NPF di atas 5% pembiayaannya ditahan dong, jadi kami naikkan LTV nya. Sedangkan untuk kendaraan roda empat tetap sama,” katanya.

Perhitungan peningkatan DP tersebut akan disesuaikan dengan persentase peningkatan NPF multifinance. Apabila NPF multifinance yang bersangkutan semakin tinggi menjauhi angka 5%, maka besaran DP juga akan semakin tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper