Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APPI Imbau Multifinance Perbanyak Porsi Joint Financing

Industri multifinance diimbau untuk memaksimalkan skema pembiayaan joint financing karena mampu memberikan profitabilitas yang tinggi di tengah melambatnya permintaan pembiayaan saat ini.
Industri multifinance diimbau untuk memaksimalkan skema pembiayaan joint financing/Ilustrasi
Industri multifinance diimbau untuk memaksimalkan skema pembiayaan joint financing/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Industri multifinance diimbau untuk memaksimalkan skema pembiayaan joint financing karena mampu memberikan profitabilitas yang tinggi di tengah melambatnya permintaan pembiayaan saat ini.

Efrinal Sinaga, Sekjen Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengatakan skema pembiayaan bersama dengan Bank tersebut menjadi salah satu cara yang dapat dipacu industri karena memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan skema pembiayaan sendiri danchanneling.

“Skema pembiayaan harus diatur, mungkin sampai tahun depan masih akan tetap menguntungkan bila porsi JF [joint financing] dimaksimalkan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (10/11/2015).

Efrinal menjelaskan skema uncommitment loan membuat multifinance diuntungkan. Artinya, multifinance hanya membayar pinjaman yang ditarik dan tidak membayar apapun jika multifinance tidak menarik pinjaman Bank.

Selain itu, multifinance hanya perlu menyediakan 5-10% dana dari total pinjaman nasabah namun tetap mendapatkan return of investment hingga dua kali lipat, yakni dari selisih bunga dana bank dan bunga dari dana sendiri.

“Meskipun cost of fund kurang kompetitif, namun dengan JF return of investment-nya dua kali dan perusahaan pembiayaan cenderung diuntungkan untuk kondisi saat ini,” ujarnya.

Sampai kuartal III/2015, OJK mencatat outstanding penyaluran lewat skema joint financing meningkat 2,5% menjadi Rp115,39 triliun dibandingkan dengan penyaluran kuartal II/2015.

Dengan penurunan daya beli, Efrinal memperkirakan laba industri multifinance akan turun diatas 10% sampai akhir tahun. Hal tersebut terlihat dari penurunan laba industri hingga 21,5% menjadi Rp10,5 triliun per September 2015 year on year (yoy).

Dalam satu bulan yang tersisa, Efrinal mengatakan cenderung berat untuk mengejar pembiayaan karena nasabah cenderung menahan pembiayaan di tahun berikutnya kendati akan banyak diskon besar-besaran dari Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM).

“Perusahaan harus pintar untuk tetap bisa meraup laba ditengah tantangan saat ini, dan bisa diterapkan untuk tahun depanpositioning-nya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper