Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengelola Income dan Investasi agar Tidak Tekor

Bagi banyak orang, berinvestasi biasanya dilakukan apabila memiliki dana berlebih dan setelah semua kebutuhan rutin terpenuhi. Namun, bagi Anda yang memiliki income terbatas alias pas-pasan, berinvestasi di awal pun, bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan.
Intinya, uang itu seperti kekuasaan, cukup dipinjam. /Bisnis.com
Intinya, uang itu seperti kekuasaan, cukup dipinjam. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Bagi banyak orang, berinvestasi biasanya dilakukan apabila memiliki dana berlebih dan setelah semua kebutuhan rutin terpenuhi. Namun, bagi Anda yang memiliki income terbatas alias pas-pasan, berinvestasi di awal pun, bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan.

Menurut Goenardjoadi Goenawan, Konsultan dan motivator mengenai paradigma baru tentang uang, dalam ekonomi kapitalisme sering kali masalah utamanya adalah pengeluaran tekor. Artinya, cash masuk kurang dibandingkan dengan pengeluaran. Pasalnya, kita berpikir bahwa uang adalah cash berupa gaji, komisi, insentif, dan lain sebagainya.

Padahal, uang itu adalah kapital yang di dalamnya ada asset, liability, capital, dan profit and loss. “Intinya adalah uang itu ga cuma in dan out saja,” katanya. Dalam kapitalisme, untuk berinvestasi itu bukan berarti harus punya cash dulu, tetapi bisa dengan mengelola u(t)ang keperluan jangka pendek seperti gesek tunai (gestun) dan u(t)ang jangka panjang seperti kredit multiguna (KMG).

Dia mencontohkan bila Anda mempunyai mobil seharga Rp100 juta, tetapi terjadi depresiasi atau penyusutan nilai sebesar 20% setiap tahunnya, tentu lebih baik menggunakan kendaraan umum seperti bus atau commuter line.

Mungkin tanpa Anda sadari, uang Rp100 juta tersebut bisa digunakan untuk menyicil KPR karena harga rumah naik 20% setiap tahunnya. Selanjutnya, Anda juga bisa mengajukan KMG sampai dengan 70% dari nilai rumah. Bila asumsi rumah Anda Rp500 juta, Anda bisa mengajukan pinjaman sebesar Rp300 juta.

Dana tersebut bisa dimanfaatkan lagi untuk investasi selanjutnya. “Kalau hidup itu jangan hitung ongkos dulu baru kemudian investasi. Kalau begitu ga akan mencapai tujuan,” tuturnya. Contoh lainnya, misalnya total pendapatan Anda per bulannya sebesar Rp8 juta, tetapi punya keinginan untuk memiliki aparte-men sebagai investasi yang besaran cicilannya Rp10 juta per bulan.

“Kalau kita bayar Rp10 juta selama 18 bulan, itu artinya duit kita Rp180 juta. Tapi ternyata kita mengikat di kapitalisasi, harganya dikunci Rp500 juta. Setelah 2 tahun, harganya naik jadi Rp700 juta. Di sini kita dapat earning Rp200 juta. Jadi aset kita jadi Rp380 juta.”

Persoalannya adalah, untuk membayar cicilan Rp10 juta per bulan itu, tentu tidak mungkin bila hanya mengandalkan pendapatan yang hanya Rp8 juta per bulan. “Nah, di sini kita bisa pinjam dana IMF [ibu, mertua, famili, dll]. Nantinya kalau sudah dua tahun dan apartemen dijual, semua utang-utang itu bisa lunas. Dan itu, kita juga bisa dapatin lebihnya,” katanya.

UANG & U(T)ANG

Goenardjoadi yang juga Penulis 10 buku manajemen, termasuk “Rahasia Kaya, Jangan Cintai Uang” dan “Money Intelligent: Rahasia Kaya, Mulai Berbisnis” ini mengungkapkan sering kali kita merasa bahwa uang kita sering tekor karena belum akhir bulan sudah habis.

Selanjutnya, kita memandang orang kaya seperti memiliki lumbung ATM yang nilainya besar. Padahal, pandangan orang kaya terhadap uang berbeda karena bisa saja sebanyak 80% uang beredar adalah uang orang lain (OPM/ other people money). Dengan kata lain, sekitar 80% uang beredar adalah berbentuk u(t)ang.

Dia mencontohkan, sebuah rumah yang dalam pemikiran kita merupakan milik sendiri. Padahal, bila rumah itu merupakan hasil pinjaman lunak bank sebesar 80% dari nilai rumah, itu artinya, rumah tersebut bukan uang milik sendiri, tetapi u(t)ang bank.

“Orang kaya memiliki kemudahan masalah keuangan karena biaya hidupnya ditutup oleh u(t)ang pinjaman lunak bank, sedangkan secara jangka panjang nilai jaminan asetnya cenderung naik terus.”

Contoh lainnya, banyak bisnis toko retail yang profitnya kecil, tetapi terus berjalan. Kenapa? Sebuah hypermarket, misalnya, keuntungan besar tidak diperoleh dari profit, tetapi dari TOP atau term of payment alias u(t)ang kepada supplier yang digunakan untuk pembebasan tanah murah.

Setelah beroperasi 20 tahun, ternyata keuntungan salah satu hypermarket berasal dari capital gain tanah properti. “Intinya, uang itu seperti kekuasaan, cukup dipinjam. Inilah yang disebut sebanyak 80% uang beredar adalah u(t)ang orang lain atau other people money.” ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nurbaiti
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (3/4/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper