Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EVALUASI JKN: Ini Kritik Pakar Kesehatan

Pakar ekonomi kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Ascobat Gani mengkritisi pelaksanaam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah berjalan selama 3 tahun.
Layanan BPJS Kesehatan./JIBI-Rachman
Layanan BPJS Kesehatan./JIBI-Rachman

Bisnis.com, YOGYAKARTA - Pakar ekonomi kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia  Profesor Ascobat Gani mengkritisi pelaksanaam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah berjalan selama 3 tahun.

Menurut dia, hal utama yang perlu diperbaiki dari JKN adalah dari sisi 'supply', seperti belum meratanya fasilitas dan tenaga kesehatan, dan pelayanan yang belum memenuhi standar pelayanan minimal.

Ascobat menjelaskan, selain ketersediaan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, maka perlu disiapkan akses peserta untuk dapat menerima pelayanan keaehatan.

"Bagaimana dengan penduduk di tempat yang sulit transportasi seperti di Papua, Kepulauan Riau? Ada JKN tapi mereka sulit mendapat pelayanan," katanya dalam Kongres ke-3 InaHEA di Yogyakarta, Jumat (29/7/2016).

Mantan Dekan FKM UI ini juga menyebut, bahwa JKN mengubah puskesmas menjadi tempat mengobati, karena kegiatan pencegahan penyakit seperti edukasi warga sangat kurang.

Artinya, bahwa belanja kesehatan untuk JKN lebih pada kuratif atau pengobatan.

Ascobat menegaskan, semestinya JKN menyeimbangkan pencegahan penyakit dan pengobatan.

"Jangan hanya mengejar jumlah kepesertaan untuk mencapai universal coverage, kualitas pelayanan juga harus ditingkatkan. JKN bukan panasea," tambahnya.

Di tempat yang sama, Profesor Budi Hidayat dari FKM UI lebih melihat manfaat JKN. Menurutnya, JKN justru pemicu mengungkap kegagalan mereduksi risiko, dan kesehatan masyarakat.

Terbukti, katanya, dengan JKN banyak kasus penyakit tidak menular yang muncul, seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, kanker. Juga, mengungkap isu lain, seperti permintaan untuk layanan kesehatan tinggi, namun upaya masih kurang.

Contohnya, sebaran dokter yang belum merata. Oleh karena itu, kata Budi, dengan kondisi kuratif masih tinggi, justru sektor kesehatan masyarakat bisa melakukan advokasi keuangan kepada pemerintah untuk menyeimbangkan belanja di sektor kuratif serta preventif.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper