Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Likuiditas BRI Mengetat

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. mengharapkan adanya relaksasi terhadap loan to deposit ratio. Pasalnya, perseroan mengaku saat ini kondisi likuiditas sedang mengetat.
Nasabah melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai manditi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan
Nasabah melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai manditi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. mengharapkan adanya relaksasi terhadap loan to deposit ratio. Pasalnya, perseroan mengaku saat ini kondisi likuiditas sedang mengetat.

Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Suprajarto mengatakan, kondisi likuiditas perseroan cukup ketat saat ini. Dana dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun kurang optimal untuk mendorong ekspansi kredit secara maksimal.

“Kami upayakan beberapa strategi penghimpunan DPK, kami pun juga meminta kepada regulator agar ada aturan relaksasi agar likuiditas bia lebih longgar,” ujarnya dalam paparan kinerja pada Kamis (20/4/2017).

Salah satu yang ingin diajukan bank dengan kode emiten BBRI itu adalah relaksasi untuk giro wajib minimum (GWM).

Suprajarto mengatakan, saat ini GWM wajib setiap bank itu 6,5%. Dia berharap dengan posisi likuiditas saat ini, GWM bisa dilonggarkan sebanyak 150 basis poin (bps) menjadi 5%.

“Kalau GWM dikurangi 150 bps atau 1,5% berarti akan ada tambahan DPK sekitar Rp50 triliun bila melihat perolehan kami pada tiga bulan pertama tahun ini,” ujarnya.

Adapun, posisi loan to deposit ratio (LDR) perseroan pada kuartal pertama 2017 berada pada 93,15%, lebih tinggi ketimbang periode sama pada tahun lalu yang sebesar 88,81%.

Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, LDR tinggi itu disebabkan juga oleh kondisi pasar yang ketat dan seiring dengan kondisi makro ekonomi. Posisi LDR tinggi, menurutnya, terjadi seiring dengan strategi perseroan mengurangi porsi dana mahal yakni deposito.

“Kalau tidak terlalu butuh untuk menyalurkan kredit, dana mahal kami usahakan dikurangi,” ujarnya.

Dengan pengurangan dana mahal itu, perseroan mengaku biaya dana atau cost of fund (cof) turun 24 basis poin atau 0,24%.

Pada tiga bulan pertama tahun ini, perseroan mencatatkan pertumbuhan DPK sebesar 11% menjadi Rp631,7 triliun dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu. Komposisi dana murah atau current account saving account (CASA) mendominasi sebesar 56,63% dari total portofolio DPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Surya Rianto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper