Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hari Ini BPK Paparkan Audit Keuangan Pemerintah. Akan Bergeser dari WDP?

Badan Pemeriksa Keuangan akan memaparkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP 2016 ke DPR, Jumat(19/5/2017).
Gedung BPK/Antara
Gedung BPK/Antara

BIsnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan akan memaparkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP 2016 ke DPR, Jumat
(19/5/2017).

Penyampaian laporan tersebut digelar, setelah Selasa (9/5/2017) lalu, lembaga auditor tersebut memaparkan temuan ke sejumlah instansi pemerintah.

"Pagi ini, BPK akan menyampaikan LKPP ke DPR," tulis keterangan resmi BPK, Jumat (19/5/2017).

Adapun, berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, hasil audit yang disampaikan BPK kali ini akan berbeda dengan hasil pemeriksaan tahun lalu.

Jika LKPP tahun 2015, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian, tahun ini akan bergeser dari status yang diperoleh tahun lalu tersebut.

Tahun lalu, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada LKPP 2015.

Waktu itu lembaga auditor negara tersebut menemukan ketidaksesuaian standar akuntansi pemerintahan, kelemahan sistem pengendalian intern, dan ketidakpatuhan terhadap undang-undang.

Salah satu masalah yang mencuat dalam LKPP 2015 itu yakni saat pemerintah pusat menyajikan Investasi Permanen Penyertaan Modal Negara (PMN) per 31 Desember 2015 sebesar Rp1,8 triliun.

PLN mengubah kebijakan akuntansinya dari yang sebelumnya pada 2012-2014 menerapkan ISAK 8 menjadi tidak lagi menerapkan sistem itu, padahal OJK mewajibkan PLN menerapkannya sebagai standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

Temuan berikutnya adalah pemerintah menetapkan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi dari harga dasar, termasuk pajak dikurangi subsidi tetap, sehingga membebani konsumen dan menambah keuntungan badan usaha melebihi dari yang seharusnya Rp3,19 triliun. Pemerintah belum menetapkan status dana itu.

Adapun temuan ketiga menyangkut piutang bukan pajak sebesar Rp1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi pada Kejaksaan RI dan sebesar Rp33,94 miliar dan 206,87 dolar AS dari iuran tetap, royalti, dan penjualan hasil tambang (PHT) pada Kementerian ESDM tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta sebesar Rp101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar.

Selanjutnya temuan keempat, persediaan di Kementerian Pertahanan sebesar Rp2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi barang milik negara yang memadai serta persediaan untuk diserahkan ke masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.

BPK juga menemukan masalah pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih yang tidak akurat sehingga kewajaran transaksi dan saldo terkait hal itu sebesar Rp6,60 triliun tidak dapat diyakini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper