Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utang Melonjak, S&P Pangkas Peringkat Kredit China

Standard & Poor's (S&P) menurunkan peringkat kredit China untuk pertama kalinya sejak 1999, akibat risiko melonjaknya beban utang negara tersebut.
Yuan/Bloomberg
Yuan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Standard & Poor's (S&P) menurunkan peringkat kredit China untuk pertama kalinya sejak 1999, akibat risiko melonjaknya beban utang negara tersebut.

Dalam pernyataan yang dirilis Kamis (21/9) waktu setempat, lembaga pemeringkat itu menurunkan peringkat kredit China sebesar satu tingkat menjadi A+ dari AA-. S&P juga merevisi outlook menjadi stabil dari negatif.

Di saat yang sama, para analis menurunkan peringkat mereka terhadap tiga bank asing yang beroperasi di China. Dijelaskan bahwa HSBC China, Hang Seng China, dan DBS Bank China Ltd. tidak mungkin menghindari default jika negara tersebut gagal membayarkan utangnya.

“Periode berkepanjangan pertumbuhan kredit China yang kuat telah meningkatkan risiko ekonomi dan finansialnya,” jelas S&P, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (22/9/2017).

“Meskipun pertumbuhan kredit ini telah berkontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik bruto riil yang kuat dan harga aset yang lebih tinggi, kami percaya hal itu juga mengurangi stabilitas keuangan sampai batas tertentu.”

Pemangkasan ini adalah yang kedua dilakukan oleh lembaga pemeringkat tahun ini. Pada Mei, Moody's Investors Service menurunkan peringkat kredit China dengan pertimbangan bahwa kekuatan finansial ekonomi negara tersebut diperkirakan akan terkikis selama beberapa tahun mendatang seiring melambatnya pertumbuhan dan utang yang terus meningkat.

Hal tersebut menunjukkan surutnya kepercayaan internasional bahwa China dapat mencapai keseimbangan antara mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mengatur sektor keuangannya.

Langkah ini kemungkinan juga akan memberi beban bagi para pejabat Partai Komunis, yang dalam beberapa pekan lagi akan melakukan reshuffle.

“Pasar telah berspekulasi bahwa S&P akan melakukan pemangkasan setelah Moody's. Ini tidak terlalu mengejutkan,” ujar Tommy Xie, ekonom OCBC Bank di Singapura.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper