Berawal dari klaim perawatan rumah sakit sebesar total Rp16,5 juta yang tidak dibayarkan, PT Asuransi Allianz Life Indonesia harus berhadapan dengan hukum yang berujung pada penetapan mantan direktur utama dan manajer klaim perusahaan asuransi jiwa itu sebagai tersangka.
Anggota Komisi XI DPR Johny G. Plate mengatakan dibutuhkan peran aktif dari OJK untuk mengadakan edukasi secara rutin agar pemahaman masyarakat terhadap produk-produk jasa keuangan bisa meningkat, dan kasus serupa tidak terjadi lagi.
Menurutnya, pelajaran yang bisa dipetik dari kasus dugaan penolakan penyaluran klaim yang melibatkan PT Allianz Life Indonesia ialah masih banyak pemegang polis asuransi yang kurang paham secara hukum mengenai isi dari dokumen-dokumen polis asuransi yang dibeli.
“Akan tetapi, masih banyak pemegang polis yang tidak paham bahwa persyaratan pengajuan klaim dari perusahaan asuransi itu menabrak dengan ketentuan yang dipersyaratkan atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan pihaknya masih menanti proses penyidikan yang berjalan di kepolisian terkait pengaduan dugaan pelanggaran UU perlindungan konsumen yang melibatkan mantan petinggi PT Asuransi Allianz Life Indonesia kepada pemegang polisnya.
Dia mengungkapkan pihaknya belum dapat berpendapat lebih jauh terkait kasus dugaan pelanggaran UU Perlindungan konsumen yang melibatkan petinggi PT Asuransi Allianz Life Indonesia.
Baca Juga
“Prosesnya kan ada pengaduan ke penegak hukum, dan sedang berproses disana. Posisi kami menunggu, tentu berkoordinasi hasilnya gimana.”
Pihak Allianz Life Indonesia menyadari bahwa proses klaim merupakan salah satu titik temu yang sangat penting bagi perusahaan dengan nasabah, sehingga perusahaan senantiasa menjaga agar segala keputusan yang ada telah dikaji dengan cermat dan berdasarkan prinsip penuh kehati-hatian.
Di samping itu, perusahaan juga terus melakukan berbagai inovasi pelayanan yang bertujuan untuk semakin mempermudah nasabah dan mitra bisnis dalam berbagai kegiatan terkait dengan kepemilikan polis asuransi jiwa dan kesehatannya.
Ketua YLKI Tulus Abadi juga mengatakan permintaan untuk menyertakan rekam medis lengkap merupakan tindakan yang melanggar regulasi sesuai ketentuan Permenkes No. 269/2008 serta peraturan Kerumahsakitan.
“Regulasinya kan enggak boleh ya, jadi di undang-undang kesehatan dan atau kerumahsakitan yang bisa diklaim oleh konsumen itu adalah copy resume rekam medis. Jadi memang konsumennya sudah benar 100% jadi ini akal-akalan pihak Allianz, kalau misalnya betul seperti itu. Jadi ini ada itikad tidak baik ya, diduga ada itikad tidak baik dari si-Allianz-nya itu,” katanya.
Menurut Tulus, baru kali ini pihaknya menemukan kejadian di mana penyelenggara jasa asuransi meminta rekam medis lengkap sebagai dokumen yang harus disertakan dalam mengajukan klaim asuransi.
Belajar dari kasus Allianz, konsumen diharapkan bisa lebih berhati-hati dan teliti sebelum membeli produk jasa keuangan. Adapun, dari sisi pelaku industri, hal itu bisa menjadi pelajaran berharga agar selalu menyampaikan informasi mengenai produk jasa keuangan yang ditawarkan secara detail agar konsumen tidak merasa dirugikan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai seharusnya kasus tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Dia mengatakan klaim merupakan proses yang biasa terjadi di setiap perusahaan asuransi.
“Memang kalau masalah perjanjian adalah masalah perdata. Menurut saya Allianz sendiri pasti akan bayar apalagi jumlahnya tidak besar, cuma kan memang ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,” kata Togar.
Adapun, pengamat asuransi Herris Simanjuntak mengatakan kasus klaim yang menyeret petinggi Allianz Life sebenarnya hanya masalah prosedur. “Sebenarnya ini masalah perdata biasa, seharusnya tidak perlu dibawa ke pidana,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel