Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan PPN Hanya Didorong Sektor Formal

Pengamat ekonomi yang juga Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan fenomena tingginya pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibandingkan konsumsi rumah tangga bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Pasalnya, sektor yang menunjukkan kenaikan PPN hanya berasal dari sektor formal.
Ilustrasi pajak/Istimewa
Ilustrasi pajak/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Tingginya pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai dinilai hanya didorong oleh perkembangan sektor formal.

Pengamat ekonomi yang juga Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan fenomena tingginya pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibandingkan konsumsi rumah tangga bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Pasalnya, sektor yang menunjukkan kenaikan PPN hanya berasal dari sektor formal.

"Anda kalau makan di warteg tidak pernah bayar PPN 10% kan?" ujarnya di Jakarta, Sabtu (10/2/2018).

Hingga akhir 2017, pertumbuhan PPN tercatat sebesar Rp478,4 triliun, atau naik 16% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi rumah tangga meningkat 4,95% per akhir 2017.

Chatib juga menyatakan perkembangan teknologi yang pesat membantu mempercepat pertumbuhan sektor formal.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari 121,02 juta pekerja Indonesia pada Desember 2017, sebanyak 52 juta atau 49,9% di antaranya bekerja di sektor formal dan lainnya masih bekerja di sektor informal. Artinya, pertumbuhan PPN yang tinggi hanya berasal dari sektor formal atau sejalan dengan pernyataan Chatib.

Di sisi lain, dia menilai penyebab landainya konsumsi rumah tangga adalah stagnasi daya beli masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas bawah yang belum bisa keluar dari permasalahan ekonomi.

"Oleh karena itu, pemerintah outspoken dalam program cash for work. Dengan mempekerjakan masyarakat kelas bawah dan menggaji mereka, diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga mereka," papar Chatib.

Adapun kelompok kelas atas dipandang tidak mengalami gangguan penurunan konsumsi. Yang terjadi sekarang hanya pergeseran dari necessary goods (barang kebutuhan sehari-hari) menjadi luxury goods (barang mewah).

"Anda coba pergi ke restoran yang relatif bagus. Pengunjungnya pasti banyak dan permintaan beberapa produk seperti luxury goods, food and beverage, itu naik," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper