Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Yakin Rupiah Bakal Menguat Lagi

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah saat ini tidak menggambarkan nilai fundamental, dan menilai rupiah bisa kembali menguat.
Karyawan menghitung lembaran uang rupiah dan dolar./JIBI-Endang Muchtar
Karyawan menghitung lembaran uang rupiah dan dolar./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah saat ini tidak menggambarkan nilai fundamental, dan menilai rupiah bisa kembali menguat.

"Perlu dicatat bahwa angka yang ada pada hari ini [nilai rupiah pada ikisaran Rp13.800] adalah angka yang tidak [menggambarkan nilai fundamental] dan seharusnya bisa kembali lebih kuat," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Doddy Zulverdi dalam Konfrensi Pers BI, di Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Oleh karena itu, indikator ekonomi domestik malah menunjukkan keadaan yang sebaliknya, yakni sangat baik.

"Jadi kenaikan harga yang terjadi saat ini sepenuhnya karena permasalah global, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan permasalahan domestik," imbuhnya.

Adapun, indikator ekonomi domestik yang menunjukkan penguatan adalah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), inflasi, neraca transaksi berjalan, cadangan devisa, dan kepercayaan tehadap ekonomi nasional.

Pertama, PDB, Doddy mengatakan indikator ini dianggap positif karena pertumbuhan PDB pada 2017 meningkat secara signifikan, yakni menjadi 5,19%. "Itu lebih tinggi dari perkiraan BI yang hanya 5,1%," imbuhnya.

Dan perlu digarisbawahi, kata Doddy, pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat didukung oleh investasi, khususnya investasi pihak swasta, dan ekspor.

Kedua, inflasi, menurutnya, performa inflasi semenjak akhir 2017 sangat baik. "Kita pada tahun lalu sepanjang 2017 hanya 3,4%, bahkan pada Januari kita juga [turun ke] 3,25% dan Februari ini menjadi 3.18%," tuturnya.

Jadi, tidak ada alasan untuk menyalahkan inflasi sebagai penyebab nilai tukar bergejolak.

Adapun dia menjelaskan, inflasi sangat menentukan berapa imbal hasil yang diminta oleh investor atas instrumen-instrumen keuangan yang ada di Indonesia.

Jika tingkat inflasi terlalu tinggi investor pasti akan meminta yield yang lebih tinggi atau mencoba mencari investasi yang lebih menguntungkan di negara lain.

Ketiga, neraca pembayaran, menurut Doddy hasil pencapaian defisit neraca transaksi berjalan pada akhir 2017 adalah sangat kecil, yakni 1,7%.

"Jadi jauh lebih aman, kalau berdasarkan kajian BI level yang dipandang berbahaya 3%, dan artinya dari sisi eksternal kita baik," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper