Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo: Pelemahan Rupiah Lambat Diatasi

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan Indonesia terlalu lambat dalam mengatasi pelemahan rupiah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo) Hariyadi BS. Sukamdani memaparkan disertasi untuk meraih gelar doktor Program Studi Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Indonesia, di Depok, Jumat (7/7)./JIBI-Nurul Hidayat
Ketua Umum Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo) Hariyadi BS. Sukamdani memaparkan disertasi untuk meraih gelar doktor Program Studi Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Indonesia, di Depok, Jumat (7/7)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan Indonesia terlalu lambat dalam mengatasi pelemahan rupiah.

Padahal, pelemahan ini rupiah dalam 3 tahun terakhir bisa sudah bisa diperkiraan. Sebabnya, Amerika Serikat sudah memberi sinyal sejak 2015 melalui The Fed yang akan mengembalikan tingkat bunga seperti sebelum krisis 1998.

“Kita sangat terdampak setiap kali mereka naik. Kemenangan [Donald] Trump, kita tahu bahwa dia akan lebih protektif. Ketiga harga minyak dunia karena belum ada energi pengganti. Kita terlalu lambat untuk mengatasinya,” ujarnya, di sela-sela acara bedah buku Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden, Rabu (23/5/2018).

Pelemahan rupiah itu sangat berpengaruh pada dunia industri. Khususnya sektor industri yang membutuhkan komponen atau bahan baku impor. Pelemahan rupiah membuat inflasi dan merugikan kalangan industri karena harus mengurangi belanja.

Kendati demikian, kata dia, Indonesia tak perlu khawatir. Dalam kondisi rupiah yang melemah diharapkan sektor pariwisata bisa dipacu sehingga ada ruang yang besar untuk meningkatkan jumlah turis yang datang.

Di sisi lain dia pun mengkritisi target pertumbuhan ekonomi pemerintah sekitar 5,6% yang belum tercapai karena dukungan ekspor yang juga tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Oleh karena itu, ke depan dia berharap kebijakan yang sudah dirilis pemerintah bisa meningkatkan ekspor. Selain itu, produk dalam negeri pun bisa memiliki nilai tambah dan daya saing.

“Kami berharap kebijakan yang ada sekarang betul betul meningkatkan ekspor. Ekspor harus didongkrak, kedua harus bisa lakukan sebanyak mungkin substitusi impor. Ketiga, upaya kita harus berikan nilai tambah dan daya saing,” terangnya.

Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak akan mencapai 5,4%. Paling realistis, kata dia, di kisaran 5,2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper