Bisnis.com, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa persentase importir yang dikenai sanksi tarif normal sebesar 10% akibat telat memberikan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) sangat minim.
Berdasarkan data otoritas kepabeanan, jumlah importir yang terkena sanksi setiap bulan menunjukkan penurunan. Rata-rata dokumen SKA yang diterima DJBC setiap bulannya mencapai 74.000-87.000 dokumen.
Pada Februari 2018, persentase importir yang terkena sanksi karena terlambat sebanyak 1,3%. Angka ini turun menjadi 0,6% pada Maret 2018, lalu kembali turun menjadi 0,15% pada April 2018.
Artinya, jumlah importir yang mendapat sanksi akibat keterlambatan sangat sedikit, sedangkan yang telah tepat waktu dan patuh justru lebih dominan.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, DJBC menilai bahwa argumentasi untuk mengubah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.229/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian dan Kesepakatan Internasional belum terlalu mendesak.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kemenkeu Robert L Marbun juga mengaku belum menerima surat terkait rencana adanya rapat koordinasi (rakor) dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) beserta para stakeholder.
"Sebelum aturan ini diterapkan kami juga sudah sosialisasikan, termasuk dengan para pelaku logistik. Soal rakor kami juga belum mendapatkan informasi terkait hal itu," ungkapnya kepada Bisnis, kemarin.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, kalangan pelaku usaha logistik dan pata importir mengaku keberatan dengan skema yang diterapkan dalam PMK 229/2017. Mereka menilai bahwa ketentuan itu merugikan para pelaku usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel