Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dorong KPR, BI Kaji Kemungkinan Relaksasi LTV

BI menyatakan bahwa saat ini sedang mengkaji untuk membuka kemungkinan melakukan relaksasi atau pelonggaran kebijakan makroprudensial terkait rasio loan to value (LTV) yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit perumahan di Tanah Air.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo/ANTARA-Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo/ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa saat ini sedang mengkaji untuk membuka kemungkinan melakukan relaksasi atau pelonggaran kebijakan makroprudensial terkait rasio loan to value (LTV) yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit perumahan di Tanah Air. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menilai relaksasi tersebut sangat dimungkinkan lantaran dirinya menilai bahwa rasio LTV masih ada ruang untuk kembali diturunkan. 

"Kami saat ini mengkaji rasio LTV, sebelumnya penurunan uang muka sudah cukup rendah, tapi kami lihat masih ada lagi yang perlu diturunkan lagi atau tidak,” ujar Perry, Jumat (25/5).

Selain merelaksasi aturan terkait down payment (DP) atau uang muka tersebut,  BI juga akan mengatur termin pembayaran kredit kepemilikan rumah (KPR) yang disesuaikan dengan progress pembangunan perumahan. 

"Terus ada ketentuan yang nggak boleh inden kalau rumahnya belum jadi dan ketentuan untuk rumah yang dibeli nggak dikaitkan dengan tingkat pendapatan. Ini sedang kami kaji," tuturnya.

Pihaknya pun berharap hal tersebut juga sudah bisa didiskusikan pada saat Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Juni mendatang. "Harapan kami saat RDG di Juni sudah bisa didiskusikan ini," ujarnya.

Perry menerangkan bahwa salah satu pertimbangan untuk dapat mendongkrak perbaikan pada sektor properti dikarenakan sektor ini mampu mendorong perbaikan siklus ekonomi dan keuangan.

"Kalau properti naik, perumahan naik, tidak hanya semen, ongkos tukang naik dan kreditnya juga naik,” paparnya.

Pihaknya pun menegaskan bahwa upaya mendorong pertumbuhan sektor properti ini tidak akan menyebabkan terjadinya bubble. “Karena, properti masih di bawah. Bubble itu kalau sudah peak,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper