Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Akan Review Tarif Bea Masuk

Bisnis.com, JAKARTA Pemerintah akan mereview pengenaan tarif bea masuk seiring dengan memanasnya situasi global akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Petugas dibantu alat berat memindahan kontainer dari kapal ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa (17/5). JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya
Petugas dibantu alat berat memindahan kontainer dari kapal ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa (17/5). JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan mereview pengenaan tarif bea masuk seiring dengan memanasnya situasi global akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Indonesia, sebagai negara yang berpotensi terdampak sengketa dua negara adidaya tersebut mau tak mau berupaya tetap menjaga stabilitas perekonomian melalui serangkaian intervensi fiskal.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan bahwa ke depan otoritas fiskal akan melakukan koordinasi dan harmonisasi dengan kementerian dan lembaga untuk menentukan dosis kebijakan yang diperlukan guna merespons situasi tersebut.

“Misalnya komoditi, nanti mana yang akan didorong mana yang akan diklasifikasikan lebih detail, memang salah satunya akan lebih detail, salah satu instrumennya kan salah satunya bisa menggunakan tarif,” kata Heru di Jakarta, Selasa (10/7/2018).

Untuk itu, pembahasan mengenai tarif akan ada penyesuaian tarif. Penyesuaian tarif ini akan dibahas oleh tim tarif dari Kemenkeu. “Kalau tarifnya bisa naik bisa turun, yang tentunya tergantung kepada kementerian dan lembaga yang memiliki kepentingan,” jelasnya.

Sebelumnya pemerintah menyiapkan kebijakan untuk mengantisipasi dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat.

Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Nasruddin Djoko Surjono mengatakan, dampak perang dagang terus dikaji karena dikhawatirkan berimplikasi terhadap arus modal dan arus barang.

"Pemerintah beberapa kali melakukan pembahasan guna merespons kondisi tersebut," katanya.

Secara umum, nilai perdagangan Indonesia dengan China lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat. Namun demikian, dengan China, neraca perdagangan Indonesia beberapa tahun mengalami defisit, sedangkan dengan Amerika Serikat justru surplus.

Selain itu dengan China, Indonesia memiliki skema perdagangan bebas melalui ACTA di mana 95% harmonized system (HS) masuk dalam list tersebut. Sementara itu, dengan AS, pemerintah memiliki Generalized System of Preference (GSP) di mana beberapa produk Indonesia dikenakan tarif preferensi. GSP ini tengah di-review oleh Amerika Serikat.

"Hal yang diantisipasi adalah dampak langsung maupun tidak langsung," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper