Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Atasi Defisit, Ini yang Ditunggu BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menanti rampungnya revisi Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan sehubungan rencana penggunaan dana bagi hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk menambal defisit.
Petugas beraktivitas di stan BPJS Kesehatan pada ajang Indonesia Business and Development Expo (IBDexpo) 2017 di Jakarta, Kamis (21/9)./JIBI-Dwi Prasetya
Petugas beraktivitas di stan BPJS Kesehatan pada ajang Indonesia Business and Development Expo (IBDexpo) 2017 di Jakarta, Kamis (21/9)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menanti rampungnya revisi Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan sehubungan rencana penggunaan dana bagi hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk menambal defisit.

Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan, perpres itu sejatinya sudah dibahas sejak November 2016. Pada Oktober 2017 selesai dibahas. Namun, pada Januari lalu dibahas kembali karena ada perbaikan pasal mengenai pajak rokok.  Kini, kata Bayu, peraturan itu masih ada pada pejabat terkait.

Lamanya pembahasan perpres ini, menurutnya, karena banyak kepentingan para pihak terkait di dalamnya.  “Kami bicara sudah lama. Inisiatornya Kementerian Kesehatan,” katanya di sela-sela Workshop Empat Belas Tahun Undang-undang SJSN, Dinamika Impelementasi Jaminan Kesehatan Nasional dan Urgensi Penguatan Melalui Revisi Undang-undang di Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Bayu melanjutkan, pihaknya menanti peraturan itu diterbitkan supaya defisit dapat teratasi. Sebab, dalam peraturan itu salah satunya mengatur sumber dana untuk mengatasi defisit yang berasal dari pajak rokok. Menurut Bayu, pajak rokok sebesar Rp5 triliun signifikan untuk menutupi kekurangan tersebut.

 “Bagaimana pun juga perpres ini [membantu] keberlangsungan JKN,” ujarnya.

Di tengah situasi ini, lanjut Bayu, BPJS juga berinisiatif menerbitkan Surat Keputusan Jaminan Pelayanan Kesehatan guna efisiensi. Keputusan itu salah satunya mengatur layanan. Misalnya, pembatasan layanan fisioterapi gratis. Berdasarkan temuan pihaknya, ujar Bayu, penggunaan layanan tersebut tidak terkontrol.

 “Nah hal itu tidak efisien. Kami ingin dibatasi semuanya sesuai proporsional. Jadi kami bisa kendalikan. Kalau tidak [dikendalikan] secara alami akan amblas [defisit],” ujarnya.

Namun, bila perpres sudah terbit maka peraturan ini dengan sendirinya akan mengikuti perpres. “Tetapi bagaimana pun juga menunggu perpres yang tertunda kami lakukan efisiensi,” tuturnya.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Indonesia Asih Eka Putri mengatakan, selama ini peraturan pelaksana Jaminan Kesahatan Nasional kurang hati-hati. Menurut Asih regulasi iuran, manfaat, dan tarif pelayanan tidak adekuat dan sarat keputusan politik. “Maka JKN mengalami defisit struktural pada 2014-2017,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Anggi Oktarinda
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper