Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi pada semester II/2018 akan mencapai 5,3% atau jauh lebih tinggi dari paruh pertama yang diperkirakan sebesar 5,1%.
Adapun target pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini adalah 5,2%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara mengatakan secara siklus sewajarnya serapan anggaran dan kegiatan ekonomi masih rendah pada semester I/2018. Pemerintah meyakini kinerja akan meningkat dalam enam bulan terakhir tahun ini.
"Kalau kuartal II/2018 didorong dari hari raya keagamaan, maka kuartal III dan kuartal IV akan didorong percepatan pengeluaran pemerintah. Sehingga, semester II/2018 akan tumbuh lebih tinggi dari semester lalu," ujarnya, Selasa (17/7/2018).
Meski optimistis, pemerintah juga menyadari banyak sekali tantangan yang akan dihadapi.
Suahasil menyebut tantangan datang dari pertumbuhan konsumsi yang harus dijaga pada kisaran 5,1% dan investasi yang harus mencapai 8%. Untuk itu, pemerintah gencar menyampaikan berbagai insentif usaha dan sistem percepatan perizinan termasuk meluncurkan Online Single Submission (OSS).
Tak hanya itu, pemerintah juga mengharapkan ekspor naik. BKF mengemukakan sejak akhir 2017, impor bahan mentah terus meningkat dan bergerak cepat.
Hal itu mengindikasikan perekonomian mulai bergerak dan kegiatan produksi mulai berjalan. Itulah yang menjadikan pemerintah semakin optimistis akan pertumbuhan semester II/2018.
"Memang tantangannya kalau kurs melemah, tetapi ekspor tetap akan diuntungkan karena bisa jual produk Indonesia yang lebih murah di luar negeri, meski di sisi lain juga bisa meningkatkan impor," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan dalam outlook semester kedua tahun ini, penyerapan belanja K/L dipatok hingga 96%. Pemerintah akan mengejar percepatan lelang dan persiapan kegiatan.
"Kalau dari track record memang tidak bisa sebesar itu, tapi kalau belanja bisa dieksekusi secepat itu. Defisit APBN 2018 bisa menyentuh 2,12%, itu pesannya," sebut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel