Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lauren Sulistiawati: Mengandalkan Cabang Tak Lagi Relevan

Dunia perbankan harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Kalau masih hidup pada masa lalu, misalnya, hanya mengandalkan cabang atau masih tradisional, maka akan tidak relevan lagi, dan bisa ditinggalkan nasabah.
Presiden Direktur PT. Bank Commonwealth Lauren Sulistiawati./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Presiden Direktur PT. Bank Commonwealth Lauren Sulistiawati./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Sejalan dengan fokus bisnis perusahaan untuk menggarap pasar ritel dan usaha kecil menengah (UKM) PT Bank Commonwealth berkomitmen untuk membangun jaringan yang lebih luas dan menyediakan layanan perbankan yang lengkap. Untuk membahas rencana pengembangan bisnis anak perusahaan Commonwealth Bank of Australia, Bisnis mewawancarai Presiden Direktur PT Bank Commonwealth Lauren Sulistiawati. Berikut petikannya:

Bagaimana perkembangan bisnis Commonwealth Bank sejauh ini?

Saya bergabung dengan Commonwealth Bank sudah sekitar 2 tahun lebih. Setelah mengemban tugas sebagai pimpinan, tugas utama saya menyesuaikan fokus perusahaan yang sebelumnya lebih menyasar korporasi atau komersial, menjadi ke ritel dan SME . Kami mulai mempertajam segmen ritelnya, dari sisi produk dan servisnya.

Transformasi itu sudah kami jalankan selama 2 tahun terakhir ini, dan bisa dibilang sudah banyak sekali perubahan-perubahannya. Transformasi yang dilakukan juga sejalan dengan keinginan perusahaan untuk berpartisipasi pada program prioritas di negara, di mana kami beroperasi. Partisipasi kami antara lain mendorong inklusi keuangan, literasi keuangan, dan digital banking.

Bagaimana Anda memandang dinamika industri perbankan di dalam negeri?

Dinamika perbankan di Indonesia sangat menarik, karena hampir setiap bank, khususnya bank-bank besar, punya program digital, baik yang menjadi bagian dari operasional bank, maupun suatu unit yang dibentuk khusus untuk membuat digital solution.

Selain isu perkembangan digital, ada juga hal-hal yang mengalami perubahan, misalnya prediksi-prediksi ekonomi, dan isu global. Industri perbankan sangat tergantung dengan perkembangan global yang sekarang sangat unpredictable, dan dampaknya bisa dirasakan ke negara-negara lainnya.

Di dalam negeri juga ada banyak sekali hal yang menjadi perhatian perbankan. Salah satunya ialah pemilihan presiden, karena pasti akan ada dampaknya. Jadi bank harus siap menghadapi berbagai tantangan dan risiko, baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Sebagai bankir sekarang diharapkan bisa multitasking, dan harus punya wawasan luas, karena banyak hal-hal yang bisa memengaruhi keputusan.

Apakah kondisi global saat ini sangat berpengaruh terhadap target kinerja perusahaan?

Memang ada pengaruhnya, tetapi memang biasanya pada pertengahan tahun harus ada review lagi dengan OJK (Otoritas jasa Keuangan), apakah RBB (Rencana Bisnis Bank) masih realistis atau tidak.

Kami cukup banyak melakukan stress test, tetapi sejauh ini menurut kami masih manageable. Masih ada waktu sekitar 6 bulan lagi untuk mencapai target sesuai dengan rencana bisnis. Yang harus digarisbawahi adalah kami sedang proses transformasi, dan sekarang baru berjalan tahun ketiga. Mudah-mudahan efeknya bisa benar-benar mulai terasa pada 2019 ke atas.

Bagaimana target pertumbuhan bisnis pada tahun ini?

Pada tahun ini, kami masih ada segmen komersial, dan beberapa masih ada yang memengaruhi pertumbuhan, terutama di paruh pertama tahun ini. Kalau itu dikeluarkan, dan benar-benar hanya dari SME dan ritel, kenaikannya cukup bagus yaitu masih di atas 16%. Kalau di pecah-pecah lagi, misalnya di SME growth masih di kisaran 17—18%, untuk ritel juga sama, dan mortgage juga masih positif, sedangkan untuk komersial kami masih bersih-bersih. Total gross semuanya dari balance sheet sepertinya sekitar 14—15%.

Menurut Anda seberapa besar pengaruh teknologi digital pada perusahaan?

Teknologi sangat penting sekali, karena kalau tidak melakukan pengembangan digital, kami akan tertinggal. Apalagi, generasi milenial saat ini sudah sangat melek digital. Oleh sebab itu, dunia perbankan harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Kalau masih hidup pada masa lalu, misalnya, hanya mengandalkan cabang atau masih tradisional, maka akan tidak relevan lagi, dan bisa ditinggalkan nasabah. Jadi menurut saya digital is a must.

Pengembangan teknologi digital juga sangat membantu sekali terhadap operasional perusahaan, karena semuanya dilakukan melalui sistem. Jadi perusahaan bisa lebih efisien, tidak seperti dulu yang masih tradisional. Berbagai potensi kesalahan juga bisa diminalisasi, karena identitas nasabah langsung dicocokkan dari KTP elektronik dengan menggunakan teknologi.

Apakah kemajuan teknologi digital menyebabkan pola persaingan atau strategi bisnis di sektor perbankan mengalami perubahan?

Sekarang sih belum terlalu terasa di Indonesia, tetapi saya percaya 3—4 tahun ke depan pasti akan terasa sekali perubahannya, sebab nasabah yang dulu sudah biasa dengan tradisional bank makin lama akan berkurang secara alami jumlahnya.

Menurut saya, pada 5—10 tahun ke depan, digital banking akan semakin berperan. Kalau dulu digital menjadi suatu hal yang nice have, tetapi sekarang menjadi sesuatu yang must have.

Sejalan dengan teknologi yang terus berkembang, kami melihat regulator juga sudah sangat serius untuk mendalami perubahan di sektor perbankan, khususnya setelah adanya fintech . Regulator mulai membuat sandbox untuk fintech, dan membuat regulasi untuk mengatur uang elektronik, dan sebagainya.

Apakah perusahaan telah mengembangkan layanan pembayaran menggunakan QR code?

Kami sedang melakukan pengembangan untuk layanan itu, tetapi sebenarnya yang kami ingin pecahkan adalah masalah terkait dengan inklusi finansial. Pada saat kami melakukan diskusi dengan beberapa kelompok segmen yang kami sasar, ada yang mengatakan bahwa kendala utamanya justru membuka rekening bank.

Kalau membuka rekening saja sudah menjadi kendala, bagaimana mau mencapai inklusi finansial. Setelah itu, akhirnya kita memperkenalkan TymeDigital Kiosk untuk memudahkan nasabah melakukan pembukaan rekening.

Kalau sebelumnya, waktu yang dibutuhkan untuk membuka rekening sekitar 40—60 menit, sekarang bisa hanya 10 menit, sehingga pembukaan rekening meningkat sekitar 3 sampai 4 kali lipat dari sebelumnya.

Berapa jumlah Kiosk saat ini, dan bagaimana penyebarannya?

Kami sekarang sudah punya 100 kiosk, dan tersebar di enam kota besar. Semuanya sudah beroperasi, dan kami merasa jangkauannya sudah cukup ke poin-poin yang memang ingin dijangkau. Ke depannya, akan kami tingkatkan terus fungsinya. Belum lama ini, kami juga sudah luncurkan layanan KTA TymeDigital.

Bagaimana upaya pengamanan data transaksi nasabah dari potensi kejahatan siber?

Kami harus selalu update atau mengikuti perkembangan teknologi agar bisa lebih canggih lagi untuk menangkis cyber crime. Sekarang kami sudah punya financial crime protection platform, tetapi itu memang harus selalu di-update terus. Memang akses yang lebih luas, dan lebih terbuka ini menjadi tantangan bagi kami untuk selalu waspada dan terus meningkatkan keamanan.

Apa visi dan misi besar Anda untuk perusahaan?

Misi besarnya adalah menjadi pionir untuk financial digital solution bagi target segmen kami, yaitu ritel dan SME, karena segmen ini yang paling cepat untuk menangkap atau mengadopsi digital banking. Di tengah era terbuka seperti saat ini, kami harus bisa mengikuti ekspektasi nasabah.

Bisakah Anda jelaskan mengenai rencana pengembangan bisnis jangka menengah perusahaan?

Kami akan terus mengembangkan digital capability. Sekarang untuk KTA individu ritel sudah jalan melalui layanan digital. Ke depan kami juga ingin agar SME atau UKM bisa dilayani melalui digital juga.

Nanti kami juga akan menambahkan fungsi-fungsi lainnya, misalnya untuk payment sedang dikembangkan QR code, atau mungkin teknologi lain yang lebih canggih dari QR code. Kami terus membangun ekosistem banking kita supaya benar-benar solid. Jadi pengembangan bisnis ke depan masih akan mengarah pada digital banking.

Bagaimana upaya sinergi yang dilakukan antarentitas di dalam grup?

Sinergi kami sangat kuat sekali, khususnya dalam kurun 2 tahun terakhir, bahkan sudah memberikan hasil yang bagus. Bersama-sama kami bisa merancang produk sesuai dengan kebutuhan nasabah, sehingga bisnis yang digarap bisa lebih besar.

Bagaimana tanggapan Anda terkait relaksasi loan to value untuk kredit perumahan?

Regulasi tersebut bagus, karena memberi kami fleksibilitas kalau ada nasabah yang risikonya bisa diterima untuk diberi DP 0%. Akan tetapi, itu tergantung risk appetite masing-masing bank.

Pada akhirnya, kami menyambut baik adanya kebijakan yang memberikan fleksibilitas, tetapi di dalam bank itu sendiri harus melakukan assessment DP-nya berapa sih supaya masuk ke risk appetite-nya. Sementara ini, kami masih pelajari, mana nasabah yang bisa diberikan fasilitas DP 0%, dan mana nasabah yang masih berisiko. Secara keseluruhan, fleksibilitasnya sangat bagus sekali bagi perbankan.

Apa saja upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencegah kenaikan rasio NPL?

Perlu monitoring yang sangat ketat, MIS mengenai kredit movement dari masing-masing geografi, segmen, dan demografi menjadi sesuatu yang harus dimiliki kalau mau jalan di ritel dan SME. Harapannya, kami bisa selalu menjaga NPL di bawah acuan yang ditentukan BI.

Bagaimana tanggapan Anda terhadap kehadiran fintech? Apakah hal tersebut dianggap sebagai tantangan atau peluang?

Kami melihat kemunculan fintech bisa menjadi peluang sekaligus tantangan. Dalam arti peluang kalau kami bisa mendapat mitra yang cocok dan bisa diajak bekerja sama. Kami juga anggap sebagai tantangan kalau kami merasa punya digital solution yang paling canggih, tetapi ternyata fintech punya yang lebih canggih karena pergerakannya lebih cepat. Strateginya adalah harus bisa mengikuti perkembangan fintech, dan mencari peluang untuk bekerja sama. The best thing is to work together dengan fintech yang mempunyai visi yang sama.

Adakah kerja sama yang dijalin antara Commonwealth Bank dengan fintech?

Kami sudah banyak sekali bekerja sama dengan beberapa fintech, baik untuk segmen ritel maupun untuk SME. Kami juga masih menjajaki kerja sama dengan fintech lending, dan payment, tetapi belum bisa dijelaskan lebih jauh karena masih dalam proses penjajakan.

Bagaimana gaya kepemimpinan Anda?

Saya berpendapat kami harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Jadi sebagai pemimpin harus benar-benar bisa menetapkan suatu strategi bisnis dan tujuan bisnis yang jelas. Untuk strategi bisnis, misalnya kami punya misi menjadi pionir untuk memberikan financial digital solution bagi target segmen kami.

Pionir itu kan bisa banyak diartikan, tetapi apa yang menjadi kriteria pionir menurut saya adalah kami harus bisa 90% digital di tahun kelima atau ROI double digit di tahun kelima. Target pencapaian itulah yang harus diperjelas, sehingga pekerjaan di organisasi benar-benar fokus ke target yang ingin dicapai.

BIODATA

Nama: Lauren Sulistiawati

Tanggal lahir: Bojonegoro, 9 April

Riwayat pendidikan:

San Fransisco State University

Riwayat karir:

Presiden Direktur PT Bank Commonwealth (2016-sekarang)
Country Business Manager GCG Citibank (2013-2016)
Retail Banking Director PT Bank Permata Tbk. (2008 – 2013)
Retail Banking Director PT Bank Permata Tbk. (2005-2007)
Consumer Bank Director Bank Lippo (2005-2007)
CFO & Treasury Director/Retail Bank & Consumer Finance Business Director Citibank (1999-2005)
CFO Standard Chartered Bank (1994-1999)
Financial Controller Westpac Panin Bank (1990 – 1994)
CFO Westpac Panin Bank (1989-1994)

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Rabu (18/7/2018)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper