Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang Perang Dagang Harus Jadi Perhatian Pemerintah

Ekonom menilai perang dagang perlu dilihat sebagai prospek baru perekonomian Indonesia dengan mencari potensi produk yang dapat mensubstitusi kebutuhan impor AS dari barang China.
Pabrik baja di Jiaxing, Provinsi Zhejiang, China/Reuters-William Hong
Pabrik baja di Jiaxing, Provinsi Zhejiang, China/Reuters-William Hong

Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonom menilai perang dagang perlu dilihat sebagai prospek baru perekonomian Indonesia dengan mencari potensi produk yang dapat mensubstitusi kebutuhan impor AS dari barang China.

Guru Besar Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengungkapkan efek negatif perang dagang terutama kepada negara-negara yang terlibat langsung dapat menjadi ruang bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspornya.

"Ketika AS menghajar produk-produk China karena perang dagang, ada peluang produk yang bisa kita isi. Jadi, mungkin produk China kena pajak tinggi dan mahal, produk itulah yang bisa kita masuki [gantikan impornya]," ungkapnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (24/7/2018).

Menurut Tony, peristiwa perang dagang ini seperti kejadian pada 1985-1986 ketika AS menghentikan impor tekstil dari empat kawasan Asia, yakni Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura.

Keempatnya tidak diperbolehkan mengekspor tekstil ke AS dengan alasan kuota impor sudah habis. Melihat peluang tersebut, Indonesia memanfaatkannya dengan mengekspor hasil tekstil asal Indonesia.

"Kalau kita kreatif dan jeli melihat dan memanfaatkan peluang produk-produk apa saja yang kalau China terlalu mahal karena tarif, masuklah produk Indonesia," tambahnya.

Tony juga menilai pemetaan produk-produk tersebut tidaklah mudah, sehingga Kementerian Perdagangan perlu memperhatikan hal tersebut dan memetakan produk-produk yang mungkin menjadi substitusi produk China.

Seperti diketahui, AS-China sedang saling serang tarif impor. Hal ini diawali oleh AS yang menyampaikan kenaikan tarif impor untuk produk baja dan aluminium masing-masing menjadi 25% dan 10% pada Maret 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper