Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wapres JK: Masyarakat Tak Usah Beli Ferrari, Lamborghini, atau Tas Hermes

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan pemerintah akan mengurangi defisit neraca perdagangan guna "menjinakkan" penguatan dolar AS terhadap rupiah. 
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan sambutan pada pembukaan Seminar Nasional dan Kongres ISEI XX di Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/8/2018) malam./JIBI-Rachman
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan sambutan pada pembukaan Seminar Nasional dan Kongres ISEI XX di Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/8/2018) malam./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan pemerintah akan mengurangi defisit neraca perdagangan guna "menjinakkan" penguatan dolar AS terhadap rupiah. 
 
Caranya, dengan meningkatkan ekspor dan mengurangi komoditas yang tak perlu. Salah satunya, impor barang mewah atau luxurious products seperti mobil, tas, atau produk bermerek lainnya. 
 
"Barang lux [mewah] contohnya. Masyarakat tak usah beli Ferrari, Lamborghini, atau mobil-mobil besar. Tak usah beli parfum-parfum mahal atau tas Hermes, contohnya itu," ujarnya di Kantor Wapres RI, Selasa (4/9/2018). 
 
Menurut JK, konsumsi barang-barang mewah memang jumlahnya tidak besar. Namun, masyarakat khususnya kelas atas harus dapat menahan diri agar tidak mengimpor produk-produk branded.
 
Pemerintah memiliki pekerjaan rumah besar untuk meyakinkan masyarakat untuk berhemat dan tak berbelanja barang mewah, apalagi menggunakan dolar AS. 
 
"[Beli barang mewah boleh saja], tapi jangan dalam situasi sulit seperti ini," jelasnya. 
 
Seperti diketahui, saat ini ada 900 barang konsumsi yang sudah diberlakukan tarif PPh 22. Pemerintah menyisir daftar tersebut untuk kemudian diterapkan tarif baru.
 
Peraturan yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.34/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
 
Selain opsi mengerek tarif PPh impor, pemerintah juga akan menambah jenis barang yang dikenakan PPh impor. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu berkoordinasi untuk memastikan jumlah barang yang ditambahkan sebagai objek PPh impor. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper