Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Depresiasi Rupiah, Wapres Jusuf Kalla Sebut Opsi Penaikan BBM Belum Dibahas

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan sejumlah strategi menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi sambutan dalam Breakfast Meeting bertajuk Prospek Ekonomi Indonesia 2018 di Jakarta, Kamis (2/11)./ANTARA-Rosa Panggabean
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi sambutan dalam Breakfast Meeting bertajuk Prospek Ekonomi Indonesia 2018 di Jakarta, Kamis (2/11)./ANTARA-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan sejumlah strategi menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 120 poin atau terdepresiasi 0,81% ke level Rp14.935 per dolar AS pada penutupan perdagangan pasar spot hari ini, Selasa (4/9/2018).

Beberapa langkah yang akan dilakukan, yaitu meningkatkan ekspor, mengurangi impor, dan mengawasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di proyek-proyek strategis.

"Ini sedang dibahas proyek mana yang TKDN rendah. [Daftar proyek] lagi dibikin," ujarnya di Kantor Wapres RI, Selasa (4/9/2018).

Dia menuturkan isu terkait TKDN tengah dibahas dengan beberapa menteri, a.l. Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, serta  Menteri ESDM termasuk Pertamina dan PLN.

Wapres Kalla menambahkan pemerintah ingin fokus menggenjot ekspor guna mengurangi defisit neraca perdagangan. Pemerintah akan mengumumkan kebijakan ekspor dalam waktu dekat.

Menurutnya, pemerintah bakal mengoptimalkan penggunaan biodiesel agar pemanfaatkan konten lokal semakin besar. Hal ini, lanjutnya, harus dipikirkan matang-matang oleh Pertamina dan PLN sebagai operator sumber daya energi di Indonesia. 

Terkait opsi menaikkan harga BBM, JK pun menjawab singkat kepada media.  "Belum dibicarakan," ungkapnya.

Seperti diketahui, rupiah telah melemah 8,5% sejak awal tahun 2018 dan jatuh ke level terendah dalam 20 tahun terakhir. Adapun, defisit transaksi berjalan mencapai US$8 miliar pada kuartal II/2018 atau sekitar 3% dibandingkan dengan PDB Indonesia yang mencapai Rp3.684 triliun pada kuartal II/2018. Darmin mengatakan defisit transaksi berjalan Indonesia masih lebih kecil dibandingkan dengan Brasil, Turki dan Argentina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper