Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Atur Ulang Kebijakan Belanja Pajak

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah mereview pelaksaan kebijakan belanja pajak atau tax expenditures di sejumlah sektor untuk memastikan efektifitas pelaksanaannya.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah mereview pelaksaan kebijakan belanja pajak atau tax expenditures di sejumlah sektor untuk memastikan efektifitas pelaksanaannya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengakui selama ini belanja pajak lebih banyak fokus ke PPN. Dengan berkembangnya tantangan di sektor perekonomian, pemerintah sedang melakukan kajian yang lebih presisi guna meningkatkan kualitas belanja pajak untuk pajak penghasilan (PPh).

“Nah, nanti perbaikannya akan kami lakukan. Sampai dengan saat ini nilainya adalah 1,1% dari PDB," kata Suahasil di Jakarta pekan lalu.

Belanja pajak atau tax expenditure jika merujuk dari defisini Kementerian Keuangan, merupakan bentuk kerugian pendapatan negara karena adanya ketentuan perpajakan dalam sistem perpajakan untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya sosial atau mendorong perekonomian.

Namun demikian, menurut OECD, tax expnditure merupakan transfer sumber daya kepada publik yang dilakukan bukan dengan memberikan bantuan atau belanja langsung tetapi melalui pengurangan kewajiban pajak dengan mengacu pada standar yang berlaku.

Berdasarkan catatan otoritas fiskal, belanja pajak dari sisi jumlah setiap tahun terus meningkat. Pada 2016, total belanja pajak mencapai Rp143,6 triliun, angka ini naik menjadi Rp154,7 trilun pada 2017. Namun demikian, jika diukur dari persentasenya terhadap PDB, porsi pada 2016 lebih besar yakni mencapai 1,16% dibandingkan tahun lalu yang hanya I,14% terhadap PDB.

Suahasil menyebut bahwa, belanja pajak PPh mencakup ke semua sektor yang menerima program dari pemerintah terkait tax holiday, tax allowance, maupun PPh dari berbagai macam deviasi PPh final. Terkait skema final, Kepala BKF menyebut bahwa sebenarnya semua wajib pajak membayar pajak dengan skema normal, tetapi karena secara aturan ada yang mengenakan final, maka besar kemungkinan ada beberapa pos penerimaan yang tidak jadi diterima oleh pemerintah.

“Inilah yang sedang kami estimasi, tetapi kalau nilainya lebih banyak, kemungkinan bisa lebih besar dari 1,1%," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper