Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Perang Dagang, Tingkat Kepercayaan Bisnis di Asia Merosot

Tingkat kepercayaan berbisnis perusahaan-perusahaan di Asia merosot ke level terlemah dalam hampir tiga tahun pada kuartal ketiga.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Peru Pedro Pablo Kuczynski di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), di Lima, Peru, Minggu (20/11)./REUTERS-Mariana Bazo
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Peru Pedro Pablo Kuczynski di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), di Lima, Peru, Minggu (20/11)./REUTERS-Mariana Bazo

Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat kepercayaan berbisnis perusahaan-perusahaan di Asia merosot ke level terlemah dalam hampir tiga tahun pada kuartal ketiga.

Survei yang dilakukan oleh Thomson Reuters/INSEAD menunjukkan, merosotnya kepercayaan berbisnis tersebut diakibatkan kekhawatiran perusahaan-perusahaan akan hantaman dari memburuknya perang perdagangan global.

Indeks Sentimen Bisnis Thomson Reuters/INSEAD, yang mewakili prospek dalam enam bulan ke depan di 104 perusahaan, merosot ke posisi 58 pada kuartal III/2018.

Pencapaian itu lebih rendah dari raihan yang dibukukan pada kuartal sebelumnya ketika mencapai level 74 sekaligus menjadi yang terendah sejak kuartal IV/2015. Meski merosot, angka tersebut masih di atas 50 yang mengindikasikan adanya prospek positif.

“Penurunan indeks bisa menjadi sinyal kuat dari perlambatan ekonomi,” jelas Antonio Fatas, seorang profesor ekonomi di sekolah bisnis global INSEAD.

Hasil survei itu, lanjutnya, secara historis telah berkorelasi baik dengan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik.

“Kami telah menyaksikan peningkatan siklus dalam ekonomi dunia yang harus berakhir. Kami melihat akhir dari siklus di negara-negara maju serta pasar negara berkembang. Survei ini menegaskan bahwa kekhawatiran ini nyata,” katanya.

Oleh para responden, perang perdagangan global disebut sebagai risiko bisnis yang utama. Risiko yang paling diidentifikasi berikutnya adalah perlambatan ekonomi China dan fluktuasi mata uang. Survei ini dilakukan mulai 31 Agustus hingga 14 September.

Pada Senin (17/9), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan perang dagangnya dengan China. Trump menyatakan akan memberlakukan tarif 10% pada impor asal Tiongkok senilai US$200 miliar.

Trump juga memperingatkan adanya tarif lebih lanjut jika China melakukan retaliasi. Pemerintah China kemudian meresponsnya dengan mengumumkan akan mengenakan tarif pada produk-produk AS senilai US$60 miliar.

Menurut sejumlah Analis, perang perdagangan antara dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia ini mungkin hanya sedikit berdampak pada pertumbuhan di kedua negara.

Akan tetapi, implikasi yang lebih jauh akan menjangkau negara-negara lain dalam rantai nilai global, terutama dengan sebagian besar negara di Asia yang bergantung pada China dalam hal perdagangan.

“Karena China telah menjadi target utama bagi AS, ada peningkatan ketidakpastian tentang ekonomi China,” tambah Fatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper