Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Terendah Sejak 1998, Analis Menilai Rupiah Masih Wajar

Pergerakan nilai tukar rupiah kembali menjadi sorotan setelah sempat menembus Rp15,000 per dollar AS yang merupakan rekor terendah sejak krisis moneter tahun 1998.
Karyawan menghitung uang rupiah di sebuah money changer di Jakarta, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Willy Kurniawan
Karyawan menghitung uang rupiah di sebuah money changer di Jakarta, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah kembali menjadi sorotan setelah sempat menembus Rp15,000 per dolar AS yang merupakan rekor terendah sejak krisis moneter tahun 1998.

Senior Portofolio Manager Equity PT Manulife Asset Management Indonesia Samuel Kesuma mengatakan, Rp15.000 adalah level psikologis yang terakhir kali terjadi pada krisis moneter Indonesia 20 tahun yang lalu.

Hal ini menurutnya menimbulkan trauma tersendiri dan membuat masyarakat cenderung panik. Namun kata dia, perlu dipahami bahwa Rp15,000 per dolar AS saat ini berbeda dengan 1998, terutama jika dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi.

"Meskipun secara nominal sama, namun besaran pelemahan Rupiah saat ini sangat berbeda dibandingkan 20 tahun lalu. Pada 1998 rupiah sempat terdepresiasi lebih dari 200%, sementara tahun berjalan 2018 rupiah melemah di kisaran 10%-12%," jelasnya dalam riset yang dikutip Bisnis.com, Rabu (3/10/2018).

Perbedaan lain menurutnya adalah dari sisi utang pemerintah, di mana beban saat ini jauh lebih rendah sebesar 32% terhadap PDB, dibandingkan 1998 di kisaran 87,4% terhadap PDB. Selain itu, tingkat inflasi juga berbeda.

Berdasarkan IMF, rata- rata inflasi pada 1998 mencapai 58% dan target inflasi tahun ini di kisaran 2,5%-4,5%. Cadangan devisa juga semakin meningkat, di mana per Juli 2018 mencapai US$118,3 miliar dibandingkan dengan US$19,5 miliar pada bulan yang sama 1998.

"Kami meniilai pelemahan saat ini bukan semata-mata disebabkan faktor fundamental domestik, tapi justru sentimen eksternal seperti ekspektasi agresif kenaikan suku bunga The Fed serta kekhawatiran contagion effect krisis ekonomi Turki dan Argentina," paparnya.

Sejauh ini salah satu upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar adalah lewat pengendalian impor guna memperbaiki defisit pada neraca berjalan. Kebijakan yang ditempuh adalah implementasi B20, menunda proyek infrastruktur, dan menaikkan PPh tarif impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper