Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF: Risiko Arus Modal Keluar di Negara Berkembang Menjadi Lebih Besar

International Monetary Fund (IMF) meluncurkan laporan stabilitas finansial global pada Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018. Dalam laporannya, IMF menyoroti naiknya kekhawatiran tentang pasar negara berkembang yang dapat menyebabkan arus modal keluar lebih besar.
Financial Counsellor and Director for the Monetary and Capital Markets Department IMF Tobias Adrian (kanan) bersama Deputy Director in the IMF's Monetary and Capital Markets Department Fabio Natalucci (kiri) menyampaikan keterangan mengenai Global Financial Stability Report di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./ANTARA-M Agung Rajasa
Financial Counsellor and Director for the Monetary and Capital Markets Department IMF Tobias Adrian (kanan) bersama Deputy Director in the IMF's Monetary and Capital Markets Department Fabio Natalucci (kiri) menyampaikan keterangan mengenai Global Financial Stability Report di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./ANTARA-M Agung Rajasa

Bisnis.com, NUSA DUA -- International Monetary Fund (IMF) meluncurkan laporan stabilitas finansial global pada Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018. Dalam laporannya, IMF menyoroti naiknya kekhawatiran tentang pasar negara berkembang yang dapat menyebabkan arus modal keluar lebih besar.
 
Direktur Moneter dan Pasar Modal IMF Tobias Adrian menjelaskan setidaknya ada empat kekhawatiran utama yang dapat menyebabkan arus modal keluar lebih tinggi. Pertama, tingkat utang yang dipegang oleh pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga kelas atas yang terus meningkat. 
 
"Total utang sektor-sektor tersebut di 29 negara utama dengan sistem keuangan besar telah tumbuh hingga sekitar 250% dari PDB gabungan," tuturnya saat konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
 
Kedua, pasar negara berkembang dan ekonomi berpenghasilan rendah telah meningkatkan pinjaman mereka dari negara lain. Menurut Adrian, negara-negara tersebut rentan terhadap tekanan aliran modal lebih lanjut ketika mereka memiliki pinjaman besar.
 
Hal ini terjadi ketika mereka tidak memiliki bantalan modal yang memadai atau ketika mereka tidak memiliki basis investor domestik yang kuat. 
 
"Arus Modal Baru pada analisis risiko menunjukkan bahwa dalam jangka menengah, ada risiko negatif atau probabilitas 5% bahwa pasar negara berkembang dapat menghadapi arus keluar portofolio utang sekitar US$100 miliar selama periode empat kuartal. Itu akan menjadi pembalikan signifikan dari tren yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir," jelasnya.
 
Ketiga, valuasi aset membentang di beberapa pasar, spread obligasi korporasi tertekan secara global. Valuasi di pasar ekuitas AS meningkat dan beberapa pasar perumahan, terutama di beberapa kota global yang berfungsi sebagai pusat keuangan dunia, meningkat signifikan.
 
Keempat, bank lebih kuat dibandingkan saat krisis keuangan global tapi mereka masih menghadapi beberapa tantangan. 
 
"Bank telah meningkatkan modal dan likuiditas mereka, tetapi banyak bank tetap rentan karena pinjaman kepada peminjam berutang sangat tinggi, kepemilikan aset tidak likuid dan buram, atau ketergantungan pada pendanaan mata uang asing yang rapuh," terang Adrian.

Dia menegaskan sekaranglah saatnya untuk mengambil lebih banyak langkah proaktif demi menjaga stabilitas keuangan.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper