Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPJS Watch: Presiden Harus Jelaskan ke Publik Soal Iuran

Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan Presiden Joko Widodo harus menjelaskan ke publik kenapa Pemerintah tidak menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional pada 2018 sesuai perintah Perpres 111/2013.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit./Bisnis-Radityo Eko
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA - Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan Presiden Joko Widodo harus menjelaskan ke publik kenapa Pemerintah tidak menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional pada 2018 sesuai perintah Perpres 111/2013.

“Penerimaan utama JKN ini kan adalah iuran. Jadi kalau iuran tidak naik maka cash flow BPJS [Kesehatan] akan terkendala,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Timboel menilai memang Pemerintah telah memberikan dana talangan sebesar Rp4,99 triliun untuk BPJS Kesehatan. Akan tetapi, hal itu dilakukan setelah terjadi defisit. Menurutnya, bila saja defisit diantisipasi dengan kenaikan iuran maka tidak ada teriakan dari RS [rumah sakit] yang sampai ke Presiden.

“Nah karena terkendala maka RS juga kena imbasnya yaitu tidak dibayarnya klaim oleh BPJS ke RS. Berhubung belum dibayar maka RS teriak, dan teriakan itu didengar presiden sehingga menkes dan direksi [BPJS Kesehatan] ditegur,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Persi Kuntjoro Adi Purjanto mengemukakan industri rumah sakit memiliki persoalan besar yang harus segera diselesaikan yakni piutang kepada BPJS Kesehatan.

"Rumah sakit tidak boleh sakit seperti industri penerbangan. Di samping pilotnya harus kompeten dan profesional, avturnya tidak boleh macet. Masalah JKN [Jaminan Kesehatan Nasional ]. Mohon Bapak Presiden ini ada potensi piutang sampai akhir nanti," jelasnya.

Mengenai defisit dan proses pembayaran klaim ke RS, Timboel mengusulkan agar BPJS bisa menggunakan skema supply chain finance (SCF) ke perbankan dengan merevisi Pasal 27, PP No. 87/2013 sehingga BPJS bisa minjam ke bank.

Dengan skema itu, menurutnya pembayaran klaim bisa lancar ke rumah sakit dan biaya denda 1% akan bisa diturunkan karena biaya bunga ke bank sekitar 0,75%.

Sementara itu, skema SCF selama ini, BPJS Kesehatan hanya menghubungkan rumah sakit dengan perbankan untuk mendapatkan akses pinjaman. “Bila saja SCF bisa digunakan oleh BPJS maka pembayaran klaim bisa lancar dan RS tidak teriak-teriak lagi ke Presiden,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper