Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Survei Reuters: Prospek Pertumbuhan Global untuk 2019 Meredup

Prospek pertumbuhan global pada tahun 2019 meredup untuk pertama kalinya. Perang perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China berikut pengetatan kondisi keuangan disebut akan memicu penurunan berikutnya.
Ilustrasi koneksi global/Istimewa
Ilustrasi koneksi global/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pertumbuhan global pada tahun 2019 meredup untuk pertama kalinya. Perang perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China berikut pengetatan kondisi keuangan disebut akan memicu penurunan berikutnya.

Jajak pendapat Reuters yang dilakukan bulan ini terhadap lebih dari 500 ekonom menunjukkan penurunan prospek untuk 18 dari 44 negara yang disurvei. Sementara itu,  23 negara tidak mengalami perubahan prospek dan hanya tiga negara yang prospeknya sedikit ditingkatkan.

Padahal, pada awal 2018, optimisme tentang prospek ekonomi global yang kuat hampir merata di antara para responden.

Meski risiko dari proteksionisme perdagangan telah secara konsisten disorot oleh jajak pendapat Reuters sejak Januari tahun lalu, jajak pendapat terbaru menunjukkan pertumbuhan pada sekitar 70% dari 44 negara yang disurvei telah mencapai puncaknya.

“Sebuah dinamika sederhana sedang bermain dalam ekonomi global saat ini, yakni AS yang mengalami booming, sedangkan sebagian besar belahan dunia lainnya melambat atau bahkan stagnan. Tekanan yang disebabkan oleh perbedaan ini terlihat pada banyak pasar negara berkembang,” jelas Janet Henry, kepala ekonom global di HSBC, seperti dikutip Reuters, Senin (22/10/2018).

Menurutnya, langkah bank sentral AS The Federal Reserve yang menaikkan suku bunga untuk mencegah perekonomian AS dari overheating menghambat opsi kebijakan negara-negara di mana kondisi keuangan mengencang dan ketegangan perdagangan meningkat.

Pergeseran terbaru dalam ekspektasi pertumbuhan datang akibat aksi jual yang mendalam di pasar keuangan, terutama negara berkembang, sebagian besar didorong oleh kekhawatiran perdagangan.

Mayoritas dari hampir 150 ekonom mengatakan dua pemicu utama bagi penurunan global yang akan datang merupakan eskalasi lebih lanjut dari ketegangan perdagangan antara AS dan China.

Selain itu, ada pula pengetatan dalam kondisi keuangan yang didorong oleh aksi jual dalam ekuitas global atau kenaikan dengan laju cepat dalam imbal hasil obligasi pemerintah.

“Pertama, tidak akan ada pemenang dari perang perdagangan global,” kata Neil Shearing, kepala ekonom di Capital Economics. “[Ini] ... dapat menyebabkan kerusakan permanen pada pertumbuhan dan menyebabkan hilangnya output secara permanen.”

Mayoritas ekonom yang mencakup ekonomi AS mengatakan kebijakan ekonomi AS terhadap China selama beberapa tahun ke depan akan menjadi lebih konfrontatif.

Seiring dengan kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat dari perkiraan dibandingkan dengan jajak pendapat sebelumnya, hal itu menunjukkan perlambatan substansial dalam perekonomian AS pada akhir tahun depan, meskipun masih menjadi pendorong utama pertumbuhan global saat ini.

“Risiko luka yang ditimbulkan di AS meningkat. Risiko penurunan yang dominan terhadap prospek global tetap merupakan upaya pemerintahan Trump untuk menyeimbangkan kembali perdagangan dengan China melalui kebijakan tarif,” ujar Jean-François Perrault, kepala ekonom di Scotiabank.

“Konsekuensi dari eskalasi tindakan perdagangan tidak dapat disangkal, harga yang lebih tinggi di China dan AS, daya beli yang lebih rendah bagi konsumen di negara-negara ini, biaya input yang lebih tinggi, volatilitas pasar keuangan yang meningkat, dan kemungkinan suku bunga yang lebih tinggi. Efek ini kemungkinan akan menyebar dari negara-negara ini.”

Meski pertumbuhan global tahun ini akan tetap kuat, tidak berubah dari prediksi sebesar 3,8% pada Juli, konsensus untuk pertumbuhan global pada 2019 dipangkas menjadi 3,6%, pemangkasan yang dilakukan pertama kalinya sejak jajak pendapat tersebut dimulai untuk periode tersebut pada Juli 2017.

Angka prospek itu juga lebih rendah dari proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini untuk pertumbuhan sebesar 3,7% pada 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper