Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imported Inflation Bergerak Stabil, Ini Penyebabnya

Dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober, bank sentral menegaskan dampak imported inflation berada dalam level stabil. 
BI menegaskan dampak imported inflation berada dalam level stabil./JIBI-Paulus Tandi Bone
BI menegaskan dampak imported inflation berada dalam level stabil./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober, bank sentral menegaskan dampak imported inflation berada dalam level stabil. 

Imported inflation adalah inflasi yang disebabkan karena adanya perubahan harga di luar negeri dan atas perubahan nilai tukar.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Aida S. Budiman mengatakan,  imported inflation ada di dalam inflasi tetapi bukan penyebab laju inflasi meningkat pada bulan ini. 

"Itu ada hanya levelnya stabil," tegas Aida kepada Bisnis, Kamis (1/10).

Dari komponen penyumbang inflasi Oktober yang mencapai 0,28% (mtm) dan 3,16% (yoy), Aida melihat tidak ada komponen yang dipengaruhi oleh perubahan harga di luar negeri atau perubahan nilai tukar. 

Menurutnya, penyumbang inflasi pada bulan Oktober ini lebih didorong oleh inflasi komponen non-perdagangan yang umumnya sensitif terhadap perubahan nilai tukar. 

Indeks Harga Konsumen (IHK) selama Oktober 2018 mengalami inflasi sebesar 0,28%. Adapun, inflasi tahunan dan tahun kalendernya mencapai masing-masing 3,16% dan 2,22%.

Inflasi Oktober ini didorong oleh kenaikan harga cabai merah, bensin dan tarif sewa rumah. Dari catatan BPS, cabai merah memiliki andil inflasi 0,09%, bensin 0,06% dan tarif sewa rumah 0,03%. 

Sementara itu, inflasi inti --yang mencerminkan lingkungan eksternal nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang serta
ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen-- cukup stabil. 

Inflasi inti per Oktober 2018 tercatat sebesar 0,29% dengan andil 0,17%. Sepanjang Januari-Oktober 2018, inflasi inti bergerak di kisaran 2,58%-2,94%.

Adapun, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan imported inflation tidak nampak pasalnya pengusaha masih berpikir ulang untuk menyesuaikan harga jual.

Kendati, biaya produksi sebenarnya sudah naik. Hal ini ditunjukkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) pada bulan Oktober yang sudah naik 0,32%, atau lebih tinggi dari inflasi bulan tersebut.

"Pertimbangan pengusaha kalau harga jual naik, sementara konsumsi rendah, nanti omzet turun," ungkap Bhima.

Oleh sebab itu, pengusaha memilih menurunkan marjin keuntungan dan melakukan efisiensi produksi.

Selain itu, dia menuturkan data harga komoditas internasional pada Januari-September yang dirilis World Bank menunjukan adanya penurunan harga di komoditas bahan pangan a.l. kedelai turun 7% (year to date/ytd), gandum -13,3%, gula 19,3%, beras 9% dan minyak sawit yang turun 16,6%.

Menurutnya, penurunan harga komoditas ini turut berpengaruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper