Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani: Aksi Ekonomi AS Berdampak Sistemik

Pemerintah menilai dampak kebijakan Amerika Serikat (AS) baik fiskal maupun moneternya berdampak sistemik terhadap perekonomian secara global. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit tertahan momentumnya.
Aktivitas masyarakat terlihat di salah satu sudut pusat keuangan dunia, Wall Street di New York, Amerika Serikat/Bisnis-Stefanus Arief Setiaji
Aktivitas masyarakat terlihat di salah satu sudut pusat keuangan dunia, Wall Street di New York, Amerika Serikat/Bisnis-Stefanus Arief Setiaji

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menilai dampak kebijakan Amerika Serikat (AS) baik fiskal maupun moneternya berdampak sistemik terhadap perekonomian secara global. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit tertahan momentumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan 2018 menjadi tahun yang unik. Sebab, saat memasukinya, perekonomian berhadapan ddngan rasa optimisme seiring penguatan momentum pertumbuhan secara global dan domestik dengan sedikit potensi risiko. Namun, saat menjalaninya, potensi risiko yang hanya berupa retorika verbal berubah menjadi nyata dan membuat momentum pertumbuhan tertahan.

"Kita mungkin tidak menganggap kalau potensi risiko ini akan terrealisasi karena itu merupakan kemungkinan. Sementara yang terjadi di 2018, perwujudan dari risikonya sangat terakselerasi, akselerasi dari risiko itu sangat besar," jelasnya kepada Bisnis dalam sebuah sesi wawancara khusus, Senin (19/11/2018).

Dia menjelaskan risiko tersebut muncul dari pelaksanaan tarifnya AS dengan China, dinamika sentimen itu dari retorika kemudian menjadi nyata dilakukan. Kedua, federal reserve atau bank sentral AS melaksanakan kebijakannya dengan tegas dalam memberikan sinyal menaikkan suku bunga, 4 kali pada 2018.

Kebijakan The Fed selalu berdasarkan data dan faktanya, jelas Sri Mulyani, data perekonomian AS cukup baik seperti pertumbuhan ekonominya yang melebihi 3%. Sementara itu, data AS yang sedikit tertahan lanjutnya, hanya data inflasi.

"Inilah momentum yang mengubah seluruh sentimen di 2018, padahal di sisi lain pemulihan ekonomi dunia versi IMF mencapai 3,9% dan kita tumbuh mendekati 5,3%--5,27%. Namun, kemudian itu holding back, pengaruhnya itu sistemik secara global, karena kenaikan suku bunga, trade policy, fiscal policy Presiden Trump itu memang membuat arua modal berubah sama sekali dinamikanya," jelasnya.

Dengan demikian, perubahan signifikan terlihat pada neraca pembayaran Indonesia (NPI) dengan defisit transaksi berjalan atau CAD yang sama dengan beberapa tahun terakhir, neraca transaksi finansial tidak mampu membiayai NPI.

"Dengan CAD yang sama, 2 tahun lalu, 2016, 2017 kita bisa membiayai NPI melalui FDI [foreign direct investment] dan melalui capital inflow. Karena capital flow berubah drastis, dengan CAD yang sama, pembiayaan itu tidak terjadi, ini yang membuat sentimen terhadap nilai tukar," terangnya.

 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper