Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Merger BTPN-SMBC Rampung, Ini Rencana Pengembangan Bisnis Selanjutnya!

Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) siap menyasar segmen pasar baru setelah resmi beroperasi sebagai bank hasil penggabungan usaha dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBC) yang telah diproses sejak tahun lalu.
Wakil Dirut PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) Ongki Wanadjati (kiri) berbicara pada entrepreneur networking forum yang bertemakan peluang UMKM di era digital dan tantangan tahun politik, disaksikan Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara (kanan), dan Pemimpin Redaksi harian Bisnis Indonesia Hery Trianto di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (20/9/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Wakil Dirut PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) Ongki Wanadjati (kiri) berbicara pada entrepreneur networking forum yang bertemakan peluang UMKM di era digital dan tantangan tahun politik, disaksikan Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara (kanan), dan Pemimpin Redaksi harian Bisnis Indonesia Hery Trianto di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (20/9/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional siap menyasar segmen pasar baru setelah resmi beroperasi sebagai bank hasil penggabungan usaha dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia yang telah diproses sejak tahun lalu.

Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana menjelaskan, selama ini perseroan berfokus pada pembiayaan segmen usaha kecil dan menengah dan segmen mass market. Adapun, SMBCI merupakan bank yang berfokus pada penyaluran kredit di segmen korporasi.

Menurutnya, dengan status sebagai bank hasil penggabungan usaha, perseroan kini dapat mengembangkan bisnis baru pada segmen ritel.

“BTPN memiliki potensi mengembangkan segmen pasar yang belum kami sentuh. Seperti segmen komersial dan mengembangkan cakupan segmen ritel. Skala bisnis yang lebih besar, BTPN menjadi salah satu bank dari 10 bank dengan aset terbesar di Indonesia,” katanya di Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Per Desember 2018, total aset perseroan mencapai Rp182,92 triliun. Adapun, aset kredit BTPN pada periode yang sama mencapai Rp133,25 triliun, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp98,97 triliun.

Dia menjelaskan, perseroan masih akan mengembangkan bisnis utama yang telah dimiliki oleh kedua bank. BTPN, tidak akan meninggalkan bisnis pensiunan, usaha mikro, pendanaan dan perbankan digital. Perseroan juga akan mengembangkan segmen korporasi yang sebelumnya dimiliki oleh SMBCI.

“Keduanya meiliki segmen dan model bisnis yang berbeda. BTPN akan menjadi bank universal yang memiliki bisnis yang lengkap, dengan segmen yang lebih luas dari mass market hingga korporasi,” ujarnya.

Komisaris BTPN Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa penggabungan usaha kedua bank menghasilkan kombinasi yang unik. Tidak hanya dari segmen bisnis yang saling melengkapi, tetapi juga secara cakupan dan karakteristik bisnis.

“SMBC, sejak sebelum krisis sudah berada di Indonesia dan tetap berada di Indonesia selama kesulitan kita, termasuk di bidang korporasi dan infrastruktur. Dan sekarang bank ini memiliki karakterisitik lokal, mass market dan micro lending. Sebaliknya, BTPN yang awalnya melayani pensiun, kemudian berkembang berbagai lini bisnisnya, sekarang memiliki global connectivity,” jelasnya.

Dia menjelaskan, terdapat tiga hal yang melatarbelakangi keyakinan kedua bank untuk melakukan merger. Pertama, menurutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi untuk tumbuh di kisaran 6% meski dihadapkan pada tantangan global dan regional.

“Pertumbuhan ekonomi kita 5%, kami berharap bisa 6%, banyak ketidakpastian, tantangan dari luar negeri, isu perdagangan, tingkat suku bunga amerika, dan volatilitas arus modal,” ujarnya.

Kedua, peningkatan daya beli masyarakat kelas menengah membuka ceruk pasar baru dalam bisnis perbankan. Korporasi maupun individu pada level menengah menjadi market yang harus dilayani oleh perbankan ke depan.

“Perkembangan kelas menengah, daya beli kelas menengah yang meningkat terus, berarti ada perkembangan korporasi yang small medium dan masyarakat yang middle class yang harus dilayani,” ujarnya.

Ketiga, pesatnya perkembangan teknologi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang memberi dampak tersendiri terhadap berbagai industri. Teknologi menjadi peluang bagi BTPN untuk menggapai masyarakat yang saat ini belum terjangkau oleh perbankan.

“Dari mungkin 5—6 tahun lalu kami sudah masuk ke mikro lending, inklusi finansial. Saat ini masyarkat dewasa di Indonesia yang memiliki bank account baru 40% , masih ada 60% yang harus dicakup. Kami berharap bisa melayani segmen mass market ini,” tuturnya.

Senada, SMBC Group Managing Excecutive Officer—Head of Internation Banking Unit Masahiko Oshima mengatakan bahwa salah satu alasan berinvestasi melalui BTPN adalah pertumbuhan masyarkat kelas menengah yang cukup pesat. Selain itu, perseroan juga melihat pasar korporasi Indonesia masih memiliki potensi besar.

“SMBC memutuskan untuk masuk ke ritel melalui investasi di BTPN. Mengikuti perkembangan kelas menengah. Setelah melihat BTPN dan SMBC indonesia kami pikir ini waktunya yang tepat untuk melakukan merger. Kami menyasar pembiayaan infrastruktur dan supply chain bisnis,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper