Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REGULASI IKNB : Wajib SBN Bebani Dana Pensiun

Kebijakan yang mewajibkan pelaku industri jasa keuangan untuk menempatkan investasi di surat berharga negara (SBN) dalam batasan tertentu dinilai memberatkan pelaku dana pensiun.
Dana pensiun/Istimewa
Dana pensiun/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA  -- Kebijakan yang mewajibkan pelaku industri jasa keuangan untuk menempatkan investasi di surat berharga negara (SBN) dalam batasan tertentu dinilai memberatkan pelaku dana pensiun.

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menjelaskan kondisi itu terutama dialami oleh dana pensiun pemberi kerja (DPPK) yang menjalankan program pensiun manfaat pasti (PPMP) yang tidak lagi memiliki peserta baru. Peserta baru yang diterima pemberi kerja, jelasnya, didaftarkan dalam DPPK baru yang menjalankan program pensiun iuran pasti atau PPIP.

Kondisi itu, jelasnya, membebani kebutuhan likuiditas dana pensiun tersebut bila sebagian besar investasinya ditempatkan di SBN. Berbeda dengan obligasi korporasi, pembayaran kupon instrumen tersebut lebih lama.

“Untuk dana pensiun bisa match gak dengan kebutuhan likuiditas? Jadi, kalau mau dibilang berdampak [regulasi wajib SBN], banyak dana pensiun yang merasa berat,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/6/2019).

Bambang menjelaskan para pendiri dana pensiun umumnya menetapkan target bunga teknis cukup tinggi untuk memenuhi kewajiban. Bila pengelolaan investasi dana pensiun tidak mampu memberikan imbal hasil yang sesuai, maka kewajiban itu mesti ditutupi oleh pendiri dengan menambahkan dana dalam jumlah tertentu.

“Secara logika begitu kondisinya. Tapi, kami juga tidak bisa menolak [regulasi yang berlaku].”

Sebagai informasi, kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan OJK No. 1/2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. Regulasi tersebut mewajibkan DPPK baik yang menjalankan program PPMP maupun PPIP, untuk investasi minimum 20% pada akhir 2016 dan 30% pada akhir 2017 di SBN.

Peraturan OJK No. 1/2016 kemudian direlaksasi dengan melalui POJK No. 36/2016. Dalam aturan perubahan dinyatakan bahwa 50% dari kewajiban alokasi investasi itu dapat dipenuhi dengan penempatan dana pada obligasi atau sukuk BUMN dan BUMD yang terkait dengan pembiayaan infrastruktur.

Pada tahun lalu, regulasi itu kembali disesuaikan dengan POJK No. 56/2017 yang memberikan alternatif insrumen bagi pemenuhannya, yakni meliputi efek beragun aset, reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) yang penggunaan dananya untuk pembiayaan infrastruktur yang dilakukan BUMN, BUMD, atau anak perusahaan milik BUMN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Anggi Oktarinda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper