Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NPL Perbankan per Mei Catatkan Kenaikan Menjadi 2,61 Persen

Sektor industri perbankan mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) pada bulan kelima 2019.
Karyawan melintas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (13/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan melintas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (13/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Sektor industri perbankan mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) pada bulan kelima 2019.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Mei 2019, rasio NPL gross perbankan tercatat meningkat tipis ke level 2,61 persen dari sebelumnya sebesar 2,57 persen pada bulan sebelumnya.

Sejalan dengan itu, rasio NPL net perbankan juga naik menjadi 1,18 persen dari sebelumnya sebesar 1,15 persen.

Menurut Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot, kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan rasio kredit bermasalah di sektor perdagangan dan industri jasa pengolahan.

“Pada bulan Mei 2019, rasio NPL sedikit meningkat menjadi 2,61 persen. Secara sektoral kontributor berasal sektor perdagangan dan industri pengolahan yang masing-masing NPL-nya mengalami peningkatan,” kata Sekar kepada Bisnis, Kamis (27/6/2019).

Akan tetapi, lanjut Sekar, tren kenaikan tersebut masih dalam level yang terjaga dan jauh di bawah ambang batas aman. Kenaikan tipis pada rasio NPL sejalan dengan pertumbuhan kredit pada dua sektor tersebut.

Mengutip data Statistik Perbankan Indonesia per April 2019, total kredit yang diberikan bank umum untuk lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mencapai Rp981,74 triliun Dengan nilai total NPL ke sektor tersebut mencapai Rp36,62 triliun per April 2019.

Realisasi penyaluran ke sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Maret 2019 yang berjumlah Rp972,7 triliun dan tumbuh tumbuh 8,4 persen (secara year on year/YoY) dibandingkan April 2018 sebesar Rp905,22 triliun.

Adapun, pemberian kredit ke sektor industri pengolahan per April 2019 mencapai Rp867,74 triliun dengan nilai NPL sebesar Rp25,87 triliun. Dibandingkan dengan April 2018, terjadi kenaikan pemberian kredit sebesar 8,6 persen (YoY) dari sebelumnya Rp798,31 triliun, sedangkan posisi total NPL juga tercatat meningkat dari sebelumnya sebesar Rp24,26 triliun.

Terlepas dari kenaikan NPL tersebut, Rapat Dewan Komisioner OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan pada bulan Mei 2019, khususnya perbankan, masih dalam kondisi terjaga dengan profil risiko yang terkendali.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo mengatakan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan masih positif di tengah sentimen negatif di pasar keuangan berupa perlambatan perekonomian global dan peningkatan tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok, Uni-Eropa, Mexico dan India.

Per Mei 2019, penyaluran kredit perbankan mencatatkan pertumbuhan 11,05 persen (YoY), stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

“Pertumbuhan kredit perbankan didorong oleh pertumbuhan kredit investasi yang terus meningkat ke level 15,70 persen (yoy) yang merupakan level tertingginya dalam tiga tahun terakhir,” katanya, Rabu (26/6/2019).

Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,27 persen (yoy), didorong oleh pertumbuhan deposito sebesar 8,84 persen (yoy).

“Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai,” kata Anto.

Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 197,91 persen dan 88,33 persen, di atas ambang batas ketentuan.

Sementara itu, tingkat permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Hal ini tampak dari rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan perbankan sebesar 22,54 persen.

Meski begitu, kata Anto, OJK akan terus mencermati perkembangan risiko kredit serta kondisi likuiditas sektor jasa keuangan agar senantiasa terjaga pada level yang memadai untuk mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas. 

Pelaku perbankan mengantisipasi tren kenaikan NPL dengan lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini antara lain disampaikan oleh PT Bank Commonwealth.

Menurut President Director Bank Commonwealth Lauren Sulistiawati, pihaknya tidak akan jor-joran dalam menyalurkan kredit, kendati kondisi likuiditas masih cukup longgar dan mendukung ekspansi.

“LFR kami masih longgar, sekarang masih di bawah 80 persen. Minatnya masih cukup tinggi, tapi kami justru harus hati-hati karena NPL industri juga bergerak naik, jadi seleksi nasabah akan terus diperbaiki,” kata Lauren saat ditemui, baru-baru ini.

Lauren mengatakan, total kredit yang diberikan Bank Commonwealth saat ini berkisar Rp14 triliun dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 15 persen. Menurutnya, dua segmen yang mencatatkan pertumbuhan cukup tinggi, yakni kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit usaha kecil menengah (UKM).

“Untuk pertumbuhan kredit kami cukup tinggi karena starting poinnya masih rendah terutama untuk kredit pemilikan rumah dan SME [small médium enterprises],” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper