Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Kecil Tak Ingin Buru-buru Merger, Ini Alasannya

Sebagian bank bermodal kecil masih berupaya menjaga konsistensi kinerja perseroan sebelum terburu-buru merencanakan merger atau diakuisisi bank besar lain.
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Hery Trianto (kanan) bersama Direktur Pemberitaan Arif Budisusilo (kiri) berbincang dengan dengan Chief Financial Officer PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) Henky Suryaputra (kedua kanan), dan Head of Credit Irma Savitri, saat berkunjung ke  kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Kamis (18/5)./JIBI-Endang Muchtar
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Hery Trianto (kanan) bersama Direktur Pemberitaan Arif Budisusilo (kiri) berbincang dengan dengan Chief Financial Officer PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) Henky Suryaputra (kedua kanan), dan Head of Credit Irma Savitri, saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Kamis (18/5)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA—Sebagian bank bermodal kecil masih berupaya menjaga konsistensi kinerja perseroan sebelum terburu-buru merencanakan merger atau diakuisisi bank besar lain.

Corp Communications & Investor Relations Head Bank Sahabat Sampoerna Ridy Sudarma mengatakan, perseroan saat ini masih fokus memperkuat dan menjaga pertumbuhan bisnis bank.

"Belum ada ke arah situ [merger] karena masih fokus dengan pertumbuhan," katanya kepada Bisnis, Kamis (4/7/2019).

Sebagai gambaran, per kuartal I/2019 lalu kredit yang disalurkan perseroan tercatat naik sebesar Rp7,7 triliun atau naik 21% yoy.

Sementara itu, pencapaian himpunan dana pihak ketiga (DPK) per Maret 2019 sebesar Rp8,5 triliun. Peningkatan dana murah berupa giro dan tabungan (CASA) mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan deposito.

Ridy mengatakan, pertumbuhan penyaluran pinjaman dan penghimpunan DPK yang seimbang menjadikan rasio pinjaman terhadap total simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) tetap terjaga dengan baik.

LDR perseroan terjaga di level 90,53% pada Maret 2019. Angka ini tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 87,57%.

Ridy memproyeksikan, pertumbuhan DPK maupun kredit masih sesuai ekspektasi, yang berada di tingkat dua digit pada kuartal II/2019.

Meski demikian, perseroan telah melakukan revisi RBB. Revisi yang diakukan itu pun diklaim hanya menyesuaikan target-target saja yang mengikuti kondisi perekonomian yang ada saat ini dan prediksi ke depannya.

"Dalam revisi RBB kami, kami tetap menargetkan pertumbuhan pinjaman dan penghimpundan dana pihak ketiga yang sedikit lebih tinggi daripada revisi pertumbuhan kredit yang dipredikasi oleh OJK," ujarnya.

Direktur Utama Bank Mayora Irfanto Oeij mengatakan bahwa sepanjang semester I/2019 perseroan diproyeksi masih berada dalam kondisi kinerja yang lebih baik dan akan terus dipertahankan.

Terkait likuditas pun, dia memastikan tidak ada masalah sejauh ini. LDR perseroan masih dalam rentang yang baik antara 88% - 90%. Sementara itu, per Mei DPK masih tercatat sebesar Rp4,3 triliun dan kredit Rp3,9 triliun.

"Jadi, per Juni kami perkirakan posisinya tidak jauh berbeda dengan bulan sebelumnya," kata Irfanto.

Direktur PT Bank Shinhan Indonesia (BSI) Tony Saputra mengatakan bahwa secara pertumbuhan, DPK BSI per Mei 2019 naik 25% secara ytd dan kredit juga naik 20% secara ytd.

Adapun, proyeksi kinerja hingga semester I/2019 diproyeksi tidak akan jauh berbeda dengan perolehan selama lima bulan pertama. Apalagi, suku bunga perseroan masih mengikuti tren pasar, di samping juga didukung oleh nasabah yang loyal.

"Secara LDR masih agak besar karena masih memakai dana dari modal karena kalau memakai DPK akan ada dana yang idle di samping cost of fund akan naik. Namun, tetap secara pararel bank masih akan menaikkan DPK dari masyarakat," katanya.

Menurut Tony, dengan demikian perseroan juga belum merencanakan aksi korporasi sampai akhir tahun ini.

Dia mengemukakan perseroan akan lebih fokus pada pembuatan produk baru atau market development untuk menambah funding terutama CASA, internet mobile banking, sinergi dengan tekfin, relokasi kantor cabang ke yang lebih baik, mobil kas keliling, dan lainnya.

Hal itu dilakukan agar perseroan yang masuk kelompok BUKU II dengan modal inti sekitar Rp4 triliun ini dapat menurunkan rasio LDR sesuai dengan yang ditentukan regulator pada kisaran 81% - 92%.

Untuk itu, tahun ini perseroan akan mendorong pertumbuhan kredit dan DPK sampai Rp2 triliun. Secara presentasi memang masih tergolong konservatif melihat kondisi ke depan yang masih penuh ketidakpastian.

Tahun lalu, menurut Tony, Bank Shinhan berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp10 triliun tetapi dana pihak ketiga atau DPK hanya Rp3,5 triliun. Alhasil, fokus utama ke depan menurunkan LDR yang masih di atas 200%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper