Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ASURANSI PROPERTI DAN KENDARAAN : Tarif Premi Sudah Saatnya Ditinjau

Regulasi terakhir yang mengatur tentang besaran tarif premi asuransi properti dan kendaraan diterbitkan pada 2017 dan belum diperbarui hingga sekarang. Padahal, komponen biaya yang menjadi faktor penentuan tarif sudah berubah nilainya.

Bisnis.com, JAKARTA – Peninjauan tarif premi atau kontribusi pada lini usaha asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor dinilai sudah patut direalisasikan.

Pasalnya, pengaturan terkait hal itu terakhir kali ditetapkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 6/SEOJK.05/2017 tentang Penetapan Tarif Premi atau Kontribusi Pada Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2017.

Regulasi ini mulai berlaku pada 1 April 2017, dan menggantikan ketentuan sebelumnya yakni SE OJK No. 21/SEOJK.05/2015.

Kendati demikian, evaluasi terkait pemberlakuan tarif itu dinilai patut juga dilakukan agar tetap sesuai dengan tujuan penetapannya.

Nicolaus Prawiro, Vice President PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia, mengatakan sudah selayaknya tarif untuk dua lini bisnis terbesar di bisnis asuransi kerugian itu ditinjau kembali.

Menurutnya, sejumlah indikator penentu tarif sudah mengalami perubahan, misalnya inflasi, harga kendaraan bermotor, harga bahan bangunan dan biaya tenaga kerja.

“Itu kan terakhir diatur pada 2017. Ada perubahan sehingga sudah saatnya ditinjau,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (16/7/2019).

Nicolaus mengatakan, adanya bencana alam besar dan peningkatan intensitasnya juga menjadi faktor yang bisa memengaruhi tarif asuransi properti atau harta benda. Di samping itu, dia menilai SEOJK terakhir terkait tarif premi itu juga perlu disesuaikan, khususnya terkait zonasi wilayah.

Lampiran SEOJK itu menyatakan bahwa tarif premi atau kontribusi berdasarkan lokasi kendaraan bermotor diterbitkan dengan pembagian wilayah I yang meliputi Sumatera dan Kepulauan di sekitarnya, wilayah II yang mencakup DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, serta wilayah III yang meliputi seluruh daerah lain.

“Seharusnya wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak termasuk dalam wilayah III, sebab tentu sangat berbeda dengan wilayah Kalimantan, Sulawesi dan daerah di Indonesia Timur.”

Terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe juga mengakui bahwa regulasi terkait tarif itu mesti ditinjau setiap tahun.

“Tarif asuransi properti dan kendaraan bermotor dalam SEOJK 6/2017, menurut kami, harus dilakukan review setiap tahun untuk melihat apakah perlu ada penyesuaian atau tidak,” ujarnya kepada Bisnis.

Dody menilai, perhitungan tarif premi asuransi pada prinsipnya mengacu kepada data statistik jangka panjang, yakni minimal 5 tahun. Semakin lengkap data, jelas dia, maka akan semakin bagus perhitungan besaran tarif tersebut.

Oleh karena itu, dia berharap agar pihaknya juga bisa terlibat dalam proses tersebut.

“AAUI sudah melakukan koordinasi dengan OJK untuk minta dilibatkan dalam proses review tersebut,” ujarnya.

Data AAUI menunjukkan, pada kuartal I/2019 premi bruto industri asuransi kerugian mencapai Rp19,8 triliun. Realisasi itu bertumbuh 19,0% (year-on-year/yoy) sebab pada kuartal I/2018 premi bruto industri tercatat senilai Rp16,6 triliun.

Pada triwulan pertama tahun ini, lini bisnis asuransi kendaraan bermotor berkontribusi hingga 24,0% atau dengan total premi bruto Rp4,74 triliun. Pada periode yang sama, premi bruto dari asuransi properti sebesar Rp4,67 triliun atau mencapai 23,6% dari total industri.

EVALUASI KEBIJAKAN TARIF

Sementara itu, Agus Benjamin, Presiden Direktur PT Lippo General Insurance Tbk., menilai evaluasi terhadap hadirnya kebijakan tarif itu lebih penting direalisasikan, ketimbang sekadar meninjau besaran tarif.

Apalagi, jelasnya, regulasi itu telah diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir.

“Apakah intensi awal pemberlakuan tarif ini sudah tercapai?” ujarnya kepada Bisnis.

Implementasi regulasi itu, kata Agus, perlu dibahas secara komprehensif, termasuk bila ada kaitannya dengan peraturan lain. Dengan begitu, dia berharap iklim usaha di industri asuransi kerugian bisa lebih baik.

“Intinya, semua pihak pasti menginginkan iklim usaha yang sehat, kompetitif, inovatif, sustainable dan memperhatikan kepentingan stakeholders,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper