Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Pendapatan Direksi BPJS Kesehatan Dinilai Tak Wajar

Kenaikan pendapatan direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan terus menuai kritik. Jika merujuk Pasal 44, Undang-undang (UU) No. 24/2011 Tentang BPJS ada ketentuan mengenai gaji, Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan memperoleh upah dan manfaat tambahan lainnya yang sesuai dengan wewenang dan/atau tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas di dalam BPJS.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit./Bisnis-Radityo Eko
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA- Kenaikan pendapatan direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan terus menuai kritik.

Juru Bicara dari Komunitas Peduli BPJS Kesehatan  Jarot Maryono mengatakan bahwa jika merujuk Pasal 44, Undang-undang (UU) No. 24/2011 Tentang BPJS ada ketentuan mengenai gaji . Pada ayat 4, disebutkan Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan memperoleh upah dan manfaat tambahan lainnya yang sesuai dengan wewenang dan/atau tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas di dalam BPJS.

“Kemudian ayat 5 menyebutkan upah dan manfaat tambahan lainnya itu memperhatikan tingkat kewajaran yang berlaku. Kemudian ayat 8 menyebutkan ketentuan upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif diatur dengan Peraturan Presiden,” ujarnya, Jumat (16/8/2019).

Jarot menambahkan jika  merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 110/2013 maka tunjangan yang baru-baru ini dinaikan adalah termasuk komponen manfaat tambahan lainnya. Adapun tunjangan terdiri dari tunjangan hari raya keagamaan, purna jabatan, cuti tahunan, asuransi sosial dan perumahan. Namun, tuturnya, menjadi pertanyaan apakah kenaikan tunjangan tersebut dalam tingkat kewajaran sebagaimana ditegaskan dalam UU BPJS Pasal 44 ayat 5.

“Dengan persoalan defisit, penghapusan peserta penerima bantuan iuran dan akan dinaikan iuran menurut hemat kami merupakan tindakan yang tidak wajar karena sejatinya direksi adalah organ yang seharusnya bertanggung jawab sepenuhnya untuk memperbaiki kondisi BPJS Kesehatan terlebih dahulu yang saat ini defisit dibandingkan dengan permintaan kenaikan tunjangan kepada Kementerian Keuangan,” jelasnya.

Publik, lanjutnya, menilai kenaikan tunjangan adalah tidak wajar karena kewajiban direksi sampai saat ini belum maksimal, terbukti dengan berulang kali BPJS Kesehatan mengalami defisit dan sebentar lagi publik akan merasakan kenaikan iuran. Seharusnya, kata dia, direksi melakukan inovasi dalam memperbaiki defisit ketimbang mengharapkan bantuan tambahan dari Kementerian Keuangan atau menaikan iuran.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menjelaskan bahwa apa yang diterima oleh direksi sudah sesuai undang-undang. Hal ini didukung oleh keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menambah tunjangan cuti tahunan bagi anggota dewan pengawas dan dewan direksi dengan nilai satu kali dan paling banyak dua kali dari nilai gaji dan upah sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.112 /2019 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper