Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengintip Gaji, Tunjangan, dan Tantiem Bankir BUMN

Perlu ada perubahan dalam pemberian remunerasi kepada direksi dan komisaris bank milik negara

Bisnis.com, JAKARTA - Remunerasi direksi dan komisaris bank pelat merah melesat. Rasio beban bagi para tokoh kunci terhadap total beban tenaga kerja perseroan pun melonjak.

Berdasarkan laporan interim, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. per Juni 2019 mencatat pertumbuhan remunerasi direksi dan komisaris yang paling tinggi. Gaji, tunjangan, dan tantiem para direksi dan komisaris naik 38,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp293,7 miliar. 

Pada periode yang sama, beban tenaga kerja bank naik satu digit atau 5,0% yoy menjadi Rp5,11 triliun. Hal ini membuat rasio beban gaji dan tunjangan pejabat papan atas terhadap total beban tenaga kerja naik dari 4,36% menjadi 5,74%.

Senada, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. juga melaporkan hal serupa. Gaji, tunjangan, dan tantiem direksi serta komisaris naik 21,1% yoy menjadi Rp551,5 miliar. 

Beban tenaga kerja perusahaan naik 6,5% yoy menjadi Rp8,23 triliun. Rasio beban tenaga kerja yang dikeluarkan bank untuk direksi dan komisaris pun naik dari 5,89%, menjadi 6,70% per Juni 2019. 

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. pada laporan tahunan 2018 juga mencatat hal serupa. Gaji dan komisaris naik 33,7% yoy, sedangkan total beban tenaga kerja naik 12,6% yoy. 

Pengamat BUMN, yang juga menjabat Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto menjelaskan bahwa komponen remunerasi ada yang bersifat tetap dan fluktuatif. Dalam hal itu gaji dan tunjangan bersifat tetap, sedangkan tantiem akan tergantung kinerja perusahaan pada akhir tahun. 

“Juga dinilai kinerja masing-masing direksi sesuai dengan KPI masing-masing,” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (2/10/2019).

Dia menilai, pada prinsipnya kenaikan remunerasi direksi dan komisaris tidak menjadi masalah sepanjang diikuti dengan pendapatan bank. “Jangan sampai kondisi sebaliknya,” katanya. 

TANTANGAN BERAT

Sepanjang 7 bulan pertama 2019, kondisi ekonomi menjadi tantangan utama bagi industri perbankan, tidak terkecuali bank milik pemerintah. Suku bunga yang tinggi membuat rentabilitas bank diuji. 

Pasalnya margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank pelat merah masih terkoreksi negatif hingga Juli 2019. Hal ini melanjutkan tren sejak medio 2018. 

Pada bulan pertama paruh kedua 2019, NIM bank milik negara sebesar 5,27%, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 5,77%. Begitu pula bila dibandingkan dengan pengujung kuartal II/2019, yakni 5,30%. 

Tergerusnya NIM berdampak langsung pada laba bersih bank pelat merah. Per Juli 2019, laba bank tumbuh melambat dari sebelumnya, Juli 2018 sebesar 15,77% yoy, menjadi 7,63% yoy. 

Utamanya hal itu itu disebabkan oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) bank yang hanya tumbuh 2,1% yoy. Padahal Juli 2018, keempat bank pelat merah mencatat pertumbuhan NII sebesar 7,3% yoy. 

Direktur Finance, Treasury & Strategy BTN Nixon L.P Napitupulu menuturkan bahwa perseroan selalu berupaya untuk menjaga jarak pertumbuhan antara gaji dewan komisaris, direksi, karyawan lainnya dalam rasio yang adil. Bila mengacu pada data tahun lalu, BTN memiliki tambangan anggota dewan komisaris untuk meningkatkan kinerja perseroan.

"Kalau ada anggota bertambah artinya peningkatan gaji dan upah tersebut masih dalam tren yang wajar," jelasnya.

PERLU PENYESUAIAN

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah menilai perlu ada perubahan dalam pemberian remunerasi kepada direksi dan komisaris bank milik negara. “Kondisi ini bisa diubah oleh pemerintah,” katanya. 

Kenaikan remunerasi direksi dan komisaris seharusnya harus diiringi oleh inovasi. Saat ini perbankan secara umum membutuhkan efisiensi di tengah tantangan mencari margin bunga yang terbilang ketat. 

Namun memang hal itu bukan perkara mudah. Selayaknya perusahaan milik negara lainnya, direksi dan komisaris bank pelat merah harus berhati-hati dalam melangkah. Satu inovasi gagal akan bisa dapat digiring menjadi kejadian yang merugikan negara. 

Adapun ekonom Institute for Development Economics Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai bahwa kenaikan remunerasi dewan komisaris serta direksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan beban tenaga kerja di bank-bank milik negara mencerminkan kurangnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).

Dia menjelaskan bahwa satu penerapan GCG yang baik dapat dilihat dari efisiensi dari seluruh badan perusahaan. Rasio upah direksi dan komisaris yang membesar terhadap total beban tenaga kerja perusahaan menunjukan hal sebaliknya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper