Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Atur Strategi Biar Nasabah KPR tak Lari

Perbankan mengatur strategi agar nasabah tidak berpindah ke bank lain. Nasabah KPR sering melakukan pindah bank atau take over agar cicilan lebih ringan.
Perumahan sederhana di Kelurahan Tegal Gede, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur, yang pemilikannya dibiayai KPR BTN./Antara-Seno
Perumahan sederhana di Kelurahan Tegal Gede, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur, yang pemilikannya dibiayai KPR BTN./Antara-Seno

Lida, 30, seorang karyawan swasta akhirnya memilih untuk melakukan pemindahan kredit pemilikan rumah atau KPR akibat permintaan penurunan suku bunga floating tidak dipenuhi bank.

Dia bercerita, permintaan penurunan suku bunga bahkan diminta oleh seluruh penghuni komplek yang serentak mengambil KPR pada bank yang sama.

"Pindah KPR karena bunganya tidak turun padahal sudah minta penurunan [bersama warga] se-komplek tapi tidak direspon. Suku bunganya aku naik dari 9 persen jadi 13 persen, jadi cicilan naik hampir Rp1 juta, sementara masa cicil masih lama takut naik lagi," katanya kepada Bisnis, Rabu (9/10/2019).

Singkat cerita Lida memutuskan untuk pindah pada Bank Syariah yang menawarkan cicilan tetap sampai akhir periode. Tak hanya itu, dia juga mendapatkan penurunan waktu cicilan hingga 5 tahun dibanding ketika menggunakan bank konvensional yang pertama dia gunakan.

Lida juga menghitung ketika berpindah pada bank syariah, praktis jumlah pinjaman yang harus dibalas lunas hanya sekitar Rp600 juta. Sementara jika bertahan dengan bank sebelumnya, dari pokok utang Rp280 juta dan proyeksi suku bunga 13 persen sampai lunas, nilai akhir hutang akan melunjak lebih dari Rp1,5 miliar.

Sementara itu, persoalan perpindahan bank sebenarnya juga diakui tidak hanya merugikan debitur tetapi juga industri perbankan sendiri.

EVP Consumer Loan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ignatius Susatyo Wijoyo pernah mengatakan bahwa dari penyaluran rerata KPR perseroan per bulan Rp700 miliar, ada sekitar Rp200 miliar hingga Rp250 miliarnya mengalami pelunasan di awal.

"Itu saya amati terus meningkat dari dahulu cuman keluar Rp100 miliar lalu sampai Rp250 miliar ternyata polanya sama yakni setelah bunga fix dan memasuki bunga floating, mereka pindah bank" ujar Ignatius kepada Bisnis belum lama ini. 

Menurutnya, dengan isu di atas, saat ini perseroan tengah mempersiapkan sejumlah skema menarik yang akan dapat menahan para debitur KPR untuk setia pada perseroan. 

Dia mengemukakan secara spesifik penawaran retensi tersebut memang belum sepenuhnya detail pada kriteria yang berhak menerima. Namun, secara sporadis skema ini sudah diberikan pada sejumlah nasabah pilihan. 

Prinsipnya, dengan retensi debitur akan menerima bunga floating yang tak jauh berbeda dengan bunga fix saat tahun-tahun pertama mendapat fasilitas KPR BMRI.

Dengan demikian, pada tahun depan Ignatius mengaku perseroan akan optimis dengan pertumbuhan yang mulai memasuki level dua digit atau 10 persen yoy. 

"Kalau akhir tahun ini kami masih realistis saja paling akan tumbuh 6 persen dengan pergerakan yang setiap bulan tumbuh setengah persen, kami juga masih memiliki tambahan 250 developer tier 2 yang akan diajak kerja sama dari 1.000 yang sebelumnya sudah di list perseroan untuk diajak kerjasama dari seluruh wilayah di Indonesia," ujarnya.

perumahan
perumahan

Deretan rumah tapak di kawasan Padasuka Atas, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/10/2018). - JIBI/Rachman

Adapun, bank dengan kode saham BMRI ini memang terus gencar mendorong pertumbuhan KPR. Pasalnya, per Agustus pertumbuhan KPR hanya bertengger di level 3,45 persen yoy dengan outstanding Rp42,96 triliun. Angka itu terpaut jauh dari kinerja industri yang dicatat Bank Indonesia, per Juli 2019 KPR tumbuh pada level 9,89 persen yoy.

Ignatius mengakui tahun ini memang tahun yang sangat sulit untuk KPR. Sementara, permintaan tidak bergerak sisi lain ada satu faktor yang sulit dihindari yakni perang suku bunga. 

Tak hanya BMRI, Executive Vice President of Consumer Loan Division PT Bank Central Asia Tbk. Felicia M. Simon mengatakan pemindahan KPR ke bank lain memang terlihat menarik bagi nasabah yang masa bunga tetapnya akan segera berakhir.

Namun, imbuhnya, teknis atau proses saat melakukan pemindahan tersebut tidaklah mudah, baik bagi bank maupun nasabah.

"Misalnya saja nasabah di satu bank mau pindah KPR, bank tersebut pasti akan mencoba mempertahankan nasabahnya agar tidak pindah dan dari awal bank pasti sudah melakukan itu," kata Felicia, baru-baru ini.

Kemudian, Felicia menuturkan, teknis dokumentasi saat nasabah mengajukan perpindahan KPR ke bank lain juga tidak mudah, mulai dari merilis sertifikat yang dilakukan bank hingga verifikasi dokumen, baik dari bank satu ke bank lainnya.

Oleh karena itu, BCA terus berupaya memberikan layanan terbaik dan membina hubungan yang baik dengan nasabah sehingga take over KPR oleh nasabah dapat dimitigasi sejak awal.

Bahkan, kata Felicia, kedua hal tersebut, service dan relationship merupakan core yang membuat nasabah akan berpikir ulang ketika memutuskan memindahkan KPR ke bank lainnya.

"Biasa yang terjadi nasabah mengatakan dia ditawarkan suku bunga yang lebih rendah oleh bank lain, kemudian nasabah akan ngobrol dengan marketing, kantor cabang ,dan pimpinan cabang untuk meminta pandangan, di situlah kami akan memberikan penjelasan, jadi relationship dan service sangat penting," jelasnya.

Felicia menambahkan, saat ini perseroan menawarkan suku bunga KPR sebesar 8 persen fixed 3 tahun dan 8,5 persen fixed 5 tahun. Di samping itu, BCA memanfaatkan event khusus untuk memberikan tawaran suku bunga KPR yang jauh lebih rendah, seperti pada BCA Expo Jakarta 2019 yang akan digelar pada 26 - 27 Oktober 2019, perseroan menawarkan KPR umum fix 3 tahun dengan suku bunga 6,75 persen.

Seperti diketahui, pertumbuhan KPR perseroan pada tahun ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, diproyeksikan pertumbuhan KPR BCA di kuartal III/2019 masih tumbuh single digit. Namun, perseroan menyatakan akan tetap berupaya mendorong KPR tumbuh di atas industri. 

Atur Strategi Biar Nasabah KPR tak Lari

Ilustrasi/uangteman.com

Seperti diketahui, berdasarkan paparan analyst meeting BCA pada semester I/2019, perseroan termasuk salah satu bank yang mencatatkan pertumbuhan KPR tak jauh berbeda dengan industri. KPR pada paruh pertama tahun ini tercatat Rp90,7 triliun, tumbuh 11,2 persen (year-on-year/yoy).

Direktur Konsumer CIMB Niaga Lani Darmawan mengakui sejauh ini masih ada nasabah KPR yang memilih melakukan pelunasan di awal.

"Memang masih terjadi tetapi kami terus coba minimize dengan proses dan service yang baik menjadi fokus utama," katanya.

Tak hanya itu, Lani menambahkan perseroan juga telah memitigasi dengan memberikan denda pada debitur ketika melakukan pelunasan di awal. Dia juga berharap, ke depan nasabah lebih jeli menghitung kerugian ketika akan pindah KPR.

Menurut Lani dengan berpindah KPR, nasabah justru dibebankan lagi dari sisi prosedur dan biaya-biaya lainnya.
Terlepas dari isu tersebut, Lani mencatat sampai saat ini KPR bank dengan sandi saham BNGA ini masih tumbuh 13 persen yoy.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. pun telah menyusun strategi untuk memitigasi terjadinya perpindahan KPR. 

EVP Non Subsidize Lending Division Bank BTN Suryanti Agustinar mengatakan ketika bunga promo atau bunga tetap berakhir, bank hanya tidak akan menaikkan suku bunga terlalu tinggi, kenaikan maksimal 1 persen.

"Bank BTN juga menawarkan top up atau kompensasi kredit. Selain itu, Bank BTN menerapkan denda pinalty untuk pelunasan dipercepat," tutur Suryanti.

Suryanti menyampaikan, hingga September 2019, pertumbuhan KPR Bank BTN masih ditopang oleh KPR subsidi. Sementara, KPR khusus komersial atau KPR non-subsidi BTN tetap tumbuh, namun tidak di semua segmen.

"KPR non-subsidi BTN tetap tumbuh tetapi lebih selektif segmennya terutama yang fix income dan kondisi KPR saat ini didominasi oleh end user dengan harga jual didominasi Rp500 juta ke bawah dan rumah tapak," jelasnya.

Sebagai gambaran, total penyaluran KPR pada semester pertama 2019 tercatat seebsar Rp188,82 triliun, atau tumbuh 21,53 persen yoy.

Adapun, kontribusi KPR subsidi mencapai 56,85 persen dengan pertumbuhan 28,77 persen yoy, sedangkan kontribusi KPR non-subsidi 43,15 persen dengan pertumbuhan 13,16 persen yoy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper