Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Hanya Relaksasi Suku Bunga Acuan BI, LPS Perlu Ikut Pangkas Bunga Penjaminan

Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menyatakan transmisi kebijakan dari Bank Indonesia yang terasa sangat lamban meski sudah empat kali menurunkan suku bunga menurut Enrico dipengaruhi banyak faktor lain.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyampaikan review suku bunga penjaminan LPS di Jakarta, Rabu (31/7/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyampaikan review suku bunga penjaminan LPS di Jakarta, Rabu (31/7/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA – Selain relaksasi suku bunga acuan dari Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dinilai perlu merelaksasi tingkat bunga pinjaman atau membuat kebijakan yang menyesuaikan dalam menghadapi resesi tahun depan.

Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menyatakan transmisi kebijakan dari Bank Indonesia yang terasa sangat lamban meski sudah empat kali menurunkan suku bunga menurut Enrico dipengaruhi banyak faktor lain. Dia menilai, LPS juga salah satu faktor penentu arus likuiditas terjaga sepanjang tahun depan.

“Untuk mendorong ke industri juga, mungkin dengan cepat ada LPS rate yang juga perlu di-ensure,” kata Enrico di Gedung Yustinus Unika Atma Jaya, Senin (28/10/2019).

Dia mengambil contoh, jika perbankan memiliki deposit terbatas dan mengalihkan lebih dari 50% untuk industri, perbankan juga bisa mengalami kondisi pelemahan internal, bahkan berdampak sistemik. Dia menilai, perlu ada keseimbangan agar market tidak terkontraksi jika terjadi keterbatasan Dana Pihak Ketiga (DPK).

“Solusinya sekarang kalau bukan pengetatan atau insentif, untungnya tapi saat ini ada fintech yang menjadi pembiayaan alternatif, ada venture capital,” paparnya.

Dia menyatakan Indonesia hanya punya tiga sumber likuiditas yang harus dijaga. Misalnya saja; investasi langsung atau foreign direct investment, instrumen fiskal, dan instrumen dari perdagangan ekspor-impor yang dibentuk oleh permintaan.

“Likuiditas ini bukan terbatas tapi tidak seimbang, maka kita ada long term risk dan short term risk, diutamakan untuk pasar domestik,” sambungnya.

Dia menilai langkah pemerintah menaikkan target defisit bertujuan untuk menaikkan rasio fiskal untuk pengeluaran. Adapun fokus pengeluaran untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Oleh sebab itu, Enrico berharap dengan menjaga ekonomi domestik, imbal hasil terjaga dan aliran modal masuk asing tidak terganggu.

“Pasar saham kita sekarang kembali menarik setelah sebelumnya turun, ini problem portofolio yang unsustainable harus create demand dan juga pendalaman pasar keuangan,” ujar Enrico.

Menanggapi hal itu, Direktur Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inka B Yusgiantoro menyatakan permasalahan utama saat ini tidak hanya menunggu kebijakan LPS. Sebaliknya, transmisi kebijakan setelah relaksasi BI 7 Days Repo Rate yang masih belum optimal.

“Sisi perbankan selaku pelaku pasti melihat cost of fund, karena itu komponen dasarnya, dan otoritas mendorong agar secepatnya industri perbankan mengikuti relaksasi,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper