Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Keuangan Muamalat, DPR: Masalahnya Tidak Sederhana

Komisi XI DPR mencecar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan kondisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Anggota dewan mempertanyakan pengawasan otoritas terhadap fungsi intermediasi bank.
Profil Bank Muamalat./Bisnis-Radityo Eko
Profil Bank Muamalat./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi XI DPR mencecar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan kondisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Anggota dewan mempertanyakan pengawasan otoritas terhadap fungsi intermediasi bank.

Seperti diketahui bank syariah tertua tersebut telah lama berurusan dengan pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF). Pada akhirnya, lonjakan rasio NPF membuat bank membutuhkan tambahan modal untuk ekspansi usaha.

Anggota Komisi XI dari Partai Keadilan Sejahtera Anis Byarwati mengatakan bahwa permasalahan yang mendera Muamalat telah berlangsung sejak 2015. Namun, saat rapat kerja tahun lalu, jejak digital otoritas menampilkan bank hanya kekurangan modal untuk ekspansi, tetapi belum menemukan investor yang tepat. “Tapi kami lihat tidak sesederhana itu,” katanya di gedung DPR, Jakarta, Senin (18/11/2019).

Anis menambahkan bahwa Wakil Presiden Indonesia Ma’ruf Amin menginginkan Muamalat bertahan. Pasalnya bank tersebut seharusnya menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi syariah.

Adapun sejumlah nama sempat mengisi daftar calon investor Muamalat, seperti PT Minna Padi Investama Securitas Tbk., pendiri Mayapada Group Dato Sri Tahir, hingga anak dari pendiri Muamalat Ilham Habibie. Bahkan teranyar perusahaan pelat merah disebut-sebut akan ikut dalam skenario penyelamatan Muamalat.

Sementara itu, pada tahun ini kinerja Bank Muamalat cenderung memburuk akibat perlambatan pembiayaan. Berdasarkan laporan publikasi bank menutup paruh pertama 2019 dengan capaian laba bersih Rp5,1 miliar atau anjlok 95,1% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Fungsi intermediasi bank turun 15,6% yoy menjadi Rp31,32 triliun. Pendapatan setelah distribusi bagi hasil pun merosot 68,1% yoy, menjadi Rp203,34 miliar.

Pembiayaan yang tumbuh melambat seiring dengan pengetatan likuiditas perseroan. Per Juni 2019, rasio pembiayaan terhadap deposito (financing to deposit ratio/FDR) turun dari 84,37% menjadi 68,05%. 

Merosotnya kinerja bank pada paruh pertama tahun ini juga ditandai dengan rasio-rasio penting yang memburuk. Rasio NPF yang sebelumnya berhasil ditekan, kembali melambung. Per Juni 2019, rasio NPF kotor naik dari 1,65% menjadi 5,41%, sedangkan rasio NPF bersih naik dari 0,88% menjadi 4,53%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper