Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Corona Menyerang, Dampak ke Bisnis Remitansi Bank Diproyeksi Tak Signifikan

Pada 2019 transaksi remitansi yang dicatatkan adalah senilai US$11,435 miliar, naik 4,2 persen dibandingkan dengan posisi 2018 yang senilai US$10,974 miliar.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) menunggu pendataan oleh petugas BP3TKI saat tiba di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Minggu (27/5/2018)./ANTARA-Reza Novriandi
Pekerja Migran Indonesia (PMI) menunggu pendataan oleh petugas BP3TKI saat tiba di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Minggu (27/5/2018)./ANTARA-Reza Novriandi

Bisnis.com, JAKARTA -- Industri perbankan optimistis bisnis remitansi tetap dapat bertumbuh tahun ini meksipun ada wabah virus corona (covid-19).

Berdasarkan data remitansi tenaga kerja Indonesia (TKI) oleh Bank Indonesia dan BNP2TKI, nilai yang tercatat pada 2019 adalah sebesar US$11,435 miliar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,2 persen dibandingkan dengan posisi 2018 yang senilai US$10,974 miliar.

SVP Retail Deposit Product & Solution Bank Mandiri Muhamad Gumilang mengatakan bisnis remitansi retail masih menjanjikan dengan potensi transaksi incoming bersumber dari Warga Negara Indonesia yang menjadi pekerja migran, maupun ekspatriat yang berada di luar negeri.

Begitu juga dengan potensi outgoing yang masih besar karena nasabah yang masih mempercayai bank sebagai channel utama dalam pengiriman uang ke luar negeri.

Hanya saja, di tengah kondisi penyebaran virus corona (covid-19), saat ini terdapat sinyal perlambatan dari negara-negara yang banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) seperti Hongkong, Malaysia, dan Timur Tengah.

"Namun, begitu kami optimis kebutuhan pengiriman uang ke di Indonesia akan segera kembali normal seperti sebelumnya," katanya kepada Bisnis, Senin (30/3/2020).

Setidaknya hingga Desember 2019, frekuensi remitansi retail incoming & outgoing Bank Mandiri mampu mencapai lebih dari 900.000 transaksi atau tumbuh sebesar 3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year/yoy).

Selain itu, volume remitansi retail mencapai lebih dari US$20.000 juta atau tumbuh sebesar 4 persen secara yoy.

Transaksi incoming mayoritas berasal dari Malaysia, Hong Kong, Saudi Arabia, Singapura, dan Amerika Serikat dengan total mencapai lebih dari 70 persen keseluruhan transaksi.

Sementara itu, outgoing remittance didominasi ke 5 negara tujuan, yaitu China, Singapura, Amerika Serikat, Hong Kong, dan Australia dengan persentase mencapai hampir 50 persen dari keseluruhan transaksi.

"Pencapaian tersebut berdampak pada pendapatan (FBI) remitansi melebihi target 2019," katanya.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan pihaknya akan terus membangun kerja sama erat dengan bank-bank koresponden untuk memenuhi kebutuhan transaksi remitansi nasabah. Jaringan bank koresponden memberikan akses bagi BCA dalam melayani transaksi remitansi dengan berbagai mata uang.

Sebagai informasi per Desember 2019, jumlah transaksi remitansi BCA berada pada kisaran 5 juta transaksi atau tumbuh 39 persen yoy, sedangkan dari sisi nilai transaksi tercatat sebesar US$84 miliar atau meningkat 8 persen yoy.

"BCA didukung oleh jaringan bank-bank koresponden yang luas, BCA menawarkan layanan multicurrency yang memungkinkan nasabah mengirimkan uang dalam 124 mata uang asing di seluruh dunia," katanya.

Ekonom Bank Central Asia David E. Sumual mengatakan di antara kinerja lainnya, bisnis remitansi dinilai tidak akan terlalu terpuruk karena transaksinya tidak perlu melibatkan perpindahan barang maupun orang.

Apalagi, bisnis remitansi didominasi oleh tenaga kerja yang menjadi pembantu rumah tangga atau domestic helper, yakni pekerjaan yang tetap berjalan meskipun ada virus corona.

Meskipun demikian, dia tidak memungkiri, penurunan bisa saja terjadi jika tenaga kerja Indonesia ada yang berprofesi sebagai buruh pabrik di luar negeri dan terpaksa dirumahkan. Namun, pengaruh penurunannya pun dinilai tidak signfikan karena pekerja berstatus domestic helper lebih dominan.

"Dibandingkan dengan bisnis lain, remitansi masih normal. Kalau mungkin turun, turunnya tidak banyak," katanya kepada Bisnis, Senin (30/3/2020).

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai kondisi lockdown tidak akan berpengaruh signifikan pada penurunan bisnis remitansi. Pasalnya, tidak semua negara menerapkan lockdown dan begitu juga kondisi tenaga kerja Indonesia yang sebagian besar adalah asisten rumah tangga.

Hanya saja, menurutnya, meskipun remitansi tetap berjalan normal tetap tidak bisa menjadi andalan menutupi menurunnya kredit. Transaksi remitansi hanya memberikan income fee dan selisih kurs, bukannya spread bunga.

"Tentunya lebih kecil dan terbatas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper