Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur BI Ungkap Kinerja Perusahaan Turun, NPL Bakal Naik?

BI sudah berkoordinasi dengan pemerintah, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mencari skema kebijakan fiskal dan moneter yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban masyarakat, korporasi, dan UMKM.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konfrensi pers melalui streaming di Jakarta, Selasa (31/3/3030). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konfrensi pers melalui streaming di Jakarta, Selasa (31/3/3030). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan meluasnya penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) sudah dirasakan oleh pelaku bisnis, khususnya di Indonesia.

"Kinerja perusahaan, khususnya UMKM sudah terganggu. Hal itu terjadi karena gangguan pasokan mata rantai global [global supply chain]. Selain itu, di dalam negeri juga ada pembatasan pergerakan atau social distancing," katanya saat update perekonomian terkini via YouTube, Selasa (31/3/2020).

Dia menuturkan mendapat laporan dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Santoso bahwa sejumlah korporasi dan pelaku bisnis UMKM sudah mulai kesulitan untuk membayar angsuran pokok dan bunga.

Oleh karena itu, BI sudah berkoordinasi dengan pemerintah, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mencari skema kebijakan fiskal dan moneter yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban masyarakat, korporasi, dan UMKM.

Meski demikian, Perry optimistis pemerintah bisa menemukan solusi. Pasalnya, dia menilai kondisi perekonomian saat ini lebih baik dibandingkan saat krisis keuangan beberapa tahun lalu.

"Saya harus sampaikan kondisi perbankan saat ini lebih kuat dari [krisis keuangan] 2008, apalagi 1997-1998. CAR [Capital Adequacy Ratio] perbankan saat ini 23 persen. Non Performing Loan [NPL] sebelum Covid-19 juga rendah, yaitu gross 2,5 persen dan netto 1,3 persen. Saya tidak katakan Covid-19 tak berdampak ke perbankan," ungkapnya.

Perry mengatakan telah berdiskusi dengan pemerintah terkait hal tersebut. Salah satunya opsi untuk menggelontorkan stimulus fiskal dengan jumlah yang lebih besar. Pemerintah, lanjutnya, telah mengeluarkan stimulus fiskal untuk tiga kebutuhan prioritas.

Pertama, mengatasi masalah kesehatan, misalnya pembayaran gaji dokter dan perawat, klaim rumah sakit dan obat-obatan. Kedua, memastikan pemberian social safety net kepada masyarakat yang membutuhkan. Ketiga, membantu UMKM agar bisa merestrukturisasi utang selama wabah pandemik.

BI telah memborong surat berharga negara (SBN) hingga Rp172,5 triliun (year to date/ytd). Diantaranya Rp166,2 triliun (ytd) merupakan pembelian SBN dari pasar sekunder yang dilepas investor asing. Di pasar SBN sendiri, total outflow mencapai Rp131,1 triliun. Total outflow adalah akumulasi mulai 20 Januari 2020 hingga 30 Maret 2020.

Namun beberapa minggu terakhir, BI melihat tekanan di pasar aset keuangan Tanah Air mulai reda. Hal ini dipicu oleh upaya negara-negara maju dalam mengelontorkan stimulus ekonomi bagi penanganan virus Corona.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper