Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengapa OJK Lebih Agresif Dorong Konsolidasi Bank Saat Ada Pandemi COVID-19?

Di tengah kesibukan penanggulangan epidemi akibat virus corona (COVID-19), Otoritas Jasa Keuangan kembali menegaskan percepatan konsolidasi perbankan dan bahkan berwenang memberikan sanksi bagi yang melanggar. Apa alasannya?
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memberikan kata sambutan pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2019 dan Arahan Presiden RI di Jakarta, Jumat (11/1/2019). Bisnis/Nurul Hidayat
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memberikan kata sambutan pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2019 dan Arahan Presiden RI di Jakarta, Jumat (11/1/2019). Bisnis/Nurul Hidayat

Di tengah kesibukan penanggulangan epidemi akibat virus corona (COVID-19), Otoritas Jasa Keuangan kembali menegaskan percepatan konsolidasi perbankan dan bahkan berwenang memberikan sanksi bagi yang melanggar. Apa alasannya?

Setelah menelurkan dua peraturan konsolidasi, OJK kini mempertegas misi konsolidasinya melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kewajiban Keuangan Negara, dan Sistem Stabilitas Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Aturan konsolidasi perbankan tersebut tertuang dalam Perppu RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Tertulis dalam pasal 23, bahwa untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, OJK diberikan kewenangan untuk, ayat (a), memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi.

Bagi lembaga jasa keuangan yang diarahkan OJK untuk melakukan konsolidasi dapat dikenakan sanksi apabila mengabaikan atau menolak arahan tersebut.

Pada pasal 26, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, tidak melaksanakan atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK, dipidana dengan pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 miliar.

Sementara jika pelanggaran dilakukan oleh korporasi, akan dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp1 triliun.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya pun diberikan kewenangan untuk mempercepat proses restrukturisasi dan merger bank bermasalah lebih awal.

Dia menyebutkan undang-undang yang ada saat ini tidak memberikan kewenangan leluasa bagi otoritas untuk dapat bertindak dengan cepat. Namun, di tengah kondisi pandemi COVID-19, dibutuhkan penanganan masalah likuiditas dan koordinasi yang cepat untuk sektor keuangan.

“Oleh karena itu, dalam Perppu (Nomor 1/2020), OJK diberikan kewenangan restructure dan merger lebih awal tanpa tunggu perhitungan 9 bulan dan sebagainya,” ujarnya dalam konferensi pers bersama KSSK, Rabu (1/4/2020).

Wimboh menuturkan pada kondisi normal, pemegang saham bank masih memiliki hak untuk mencari investor dalam waktu sembilan bulan. Namun, berdasarkan pengalamannya, periode itu terlalu lama dan berlarut-larut, sehingga kepercayaan masyarakat menurun.

Oleh karena itu, OJK meminta agar bisa mendapatkan kewenangan melakukan merger bank-bank dengan cepat jika diperlukan. "Mudah-mudahan ini tidak sampai ke situ. Namun, kalau terjadi, kami sudah punya legal framework yang kuat," katanya.

Wimboh menegaskan, walaupun mendapatkan kewenangan mempercepat proses merger, pihaknya tetap melakukan due diligence dengan ketat bagi individual bank supaya tidak terjadi moral hazard di lapangan.

Pada saat yang bersamaan, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, OJK menjaga kepercayaan masyarakat dengan mendukung upaya dari sisi penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Sekali lagi, [terkait merger] ini benar-benar prediksi. Apakah akan terjadi, mudah-mudahan tidak,” ujar Wimboh.

Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Senior sekaligus Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2015-2020 Fauzi Ichsan mengatakan kondisi saat ini memang sangat membuat bank, terutama bank-bank kecil semakin tertekan.

Perlambatan penyaluran ktredit yang disertai dengan peningkatan restrukturisasi sekaligus pencadangan akan membuat bank kecil semakin terpojok.

Fauzi berpendapat, kesempatan bank besar untuk mengakuisisi bank kecil dengan harga yang lebih terjangkau pun semakin terbuka.

“Kesempatan akuisisi bank kecil ini akan semakin besar. Tapi rasanyanya untuk terjadi kondisi kesulitan seperti yang terjadi saat penggabungan Bank Permata tidak akan terjadi, karena rasio kecukupan modal yang cukup tinggi,” katanya.

Walaupun tetap mendukung OJK, Direktur Utama PT Bank Mayapada International Tbk. Hariyono Tjahharijadi menyatakan upaya pemaksaan konsolidasi dapat berdampak kontra produktif pada iklim bisnis fungsi intermediasi bank.

“Iya mungkin dengan Perppu ini OJK jadi bisa memaksa bank untuk di merger dan saya sulit berkomentar karena kalau bisnis dipaksa juga sulit ya,” katanya.

Dia menyebutkan pemaksaan konsolidasi memang dapat dilakukan dengan cepat pada saat genting seperti ini, dan akan sangat memudahkan pengawasan otoritas pascakrisis pandemi COVID-19.

“Kalau dari sudut bank sebagai entitas bisnis, apakah sistem komando bisa dilaksanakan, saya juga tidak tahu,” ujarnya.

Lagi pula, dia menyampaikan tidak banyak bank yang memiliki hasrat yang besar untuk meningkatkan aset, khususnya  secara anorganik. Bank justru akan lebih konservatif dan menjaga kualitas asetnya agar tidak turun terlalu dalam.

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo enggan berkomentar banyak terkait hal ini.

“Saya tidak bisa berkomentar. Harusnya ditanyakan ke bank yang punya rencana untuk merger. Kami tidak ada rencana merger atau beli bank,” katanya.

Langkah Preventif Cegah Bank Gagal

Sementara itu, Pengamat Perbankan dari Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto berpendapat langkah Otoritas Jasa Keuangan memaksa upaya konsolidasi perbankan merupakan langkah preventif di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat covid-19.

Menurutnya, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai mengalami koreksi hingga tumbuh negatif seperti dalam gambaran skenario terburuk yang disampaikan pemerintah, maka dikhawatirkan ada beberapa bank yang tidak kuat menghadapi tekanan tersebut.

Dalam skenario terburuk, jika ada bank gagal, regulator dapat mengantisipasi dengan wewenangnya yaitu upaya penyelamatan industri yang juga dilakukan oleh atau bank selamatkan bank lain.

“Pilihannya ditutup atau diselamatkan kalau tidak mampu lagi pemilik yang lama, supaya tidak di-bailed out oleh negara. OJK mungkin melihat itu untuk antisipasi,” katanya.

Doddy mengutarakan, pelajaran dari krisis 1997-1998 di mana terjadi kejatuhan bank secara massif, saat itu tidak ada pilihan bagi bank sehingga harus diselamatkan oleh negara.

Sehingga dengan peraturan ini, bukan lagi negara menyelamatkan bank. OJK dapat mengarahkan bank yang modalnya kuat untuk membantu menyelamatkan bank kecil.

Jadi paradigma yang diusahakan yaitu bank menyelamatkan sesama bank. Doddy menilai langkah tersebut pantas untuk keselamatan negara yang juga tertekan oleh pandemi COVID-19.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper