Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Corona, Outlook dan Rating Utang Perbankan Berpotensi Terpangkas

Potensi koreksi outlook dan rating utang perbankan cukup terbuka seiring dengan cukup tingginya dampak ekonomi dari epidemi akibat virus corona (COVID-19) pada tahun ini.
Moody Investors Service/Istimewa
Moody Investors Service/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Potensi koreksi outlook dan rating utang perbankan cukup terbuka seiring dengan cukup tingginya dampak ekonomi dari epidemi akibat virus corona (COVID-19) pada tahun ini.

Senior Vice President Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Hendro Utomo mengatakan pihaknya masih melakukan analisa terhadap semua emiten, termasuk perbankan.

Meski koreksi outlook dan rating akan berbeda-beda sesuai kondisi dan kemampuan modal masing-masing, tetapi dampak epidemi COVID-19 tergolong cukup dalam ke semua individu bank.

“Kami tengah menganalisa, semua emiten. Seperti yang kita lihat, kondisi ekonomi saat ini sangat sulit, dan tentunya berrdampak negatif kepada dunia usaha, termasuk bisnis fungsi intermediasi,” katanya, Kamis (2/4/2020).

Hendro menjelaskan kondisi yang mempengaruhi rating tahun ini adalah ekspansi kredit yang sangat terbatas. Pefindo bahkan memandang pertumbuhan kredit yang sampai 6 persen (year-on-year/yoy) cukup sulit dicapai.

Selain itu, Hendro memandang perbankan akan lebih fokus pada penjagaan kualitas kredit yang pada akhirnya membuat peningkatan restrukturisasi cukup tinggi pada tahun ini. “Restrukturisasi ini tentunya berpotensi mengganggu arus kas sekaligus pendapatan bank,” ujarnya.

Senada, dalam laporan terbarunya (2/4/2020), Moody's bahkan menyebutkan telah mengubah prospek sistem perbankan Indonesia untuk 12-18 bulan ke depan menjadi negatif dari sebelumnya stabil.

“Wabah virus corona telah melemahkan permintaan global dan semakin mengganggu aktivitas ekonomi domestik, yang akan merusak kualitas aset bank-bank Indonesia,” kata Tengfu Li, salah seorang Analyst Moody's yang menyusun laporan tersebut.

Menurutnya, penurunan suku bunga secara berturut-turut oleh Bank Indonesia (BI) justru akan meningkatkan tekanan pada profitabilitas bank.

Namun, setidaknya, cadangan kerugian dan kapitalisasi pinjaman yang kuat akan memberikan penyangga terhadap risiko yang cukup. Sementara itu, suntikan likuiditas agresif oleh BI akan membantu bank mempertahankan likuiditas yang kuat.

“Jika virus corona menyebar secara substansial di Indonesia, menyebabkan perlambatan ekonomi yang lebih dalam, lebih lama, maka dampak negatif kredit bagi bank akan meningkat,” katanya.

Lebih lanjut, penyebaran virus corona telah melemahkan permintaan global, termasuk untuk komoditas, seperti batubara dan minyak sawit, yang merupakan produk ekspor utama bagi Indonesia.

Ketidakpastian tentang kemampuan pemerintah Indonesia untuk mengelola krisis kesehatan memicu arus keluar modal, yang menyebabkan likuiditas dolar dalam negeri yang lebih ketat dan depresiasi rupiah.

“Hal ini berdampak pada kredit investasi swasta dan konsumer melemah seiring langkah pemerintah menahan penyebaran coronavirus yang mengganggu aktivitas ekonomi domestik,” katanya.

Selain itu, meski kualitas aset akan menurun, tetapi restrukturisasi pinjaman dan penurunan suku bunga kredit akan memberikan beberapa dukungan positif.

Risiko aset dari pinjaman terkait komoditas akan meningkat karena permintaan komoditas melemah. namun, aliran keluar modal akan terus menekan rupiah, sekaligus menyakiti debitur dengan pinjaman dolar yang tidak dilindung nilai.

Ketika pertumbuhan ekonomi domestik melambat, pinjaman untuk usaha kecil dan menengah dan peminjam wiraswasta akan semakin berisiko karena mereka cenderung memiliki likuiditas yang lemah.

“Akan tetapi, peningkatan restrukturisasi pinjaman dan penurunan suku bunga kredit akan memberikan bantuan sementara,” papar Moody's.

Moody's berpendapat kapitalisasi perbankan masih cukup kuat, seiring dengan peningkatan pencadangan kredit untuk memitigasi risiko.

Tengfu pun menyampaikan pemotongan suku bunga kebijakan dan kenaikan biaya kredit akan semakin menekan profitabilitas.

Dia berpendapat, pendanaan dan likuiditas akan terus mendukung kekuatan kredit bank. Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengimbangi pertumbuhan kredit seiring dengan melemahnya permintaan.

Suntikan likuiditas yang agresif oleh BI melalui pembelian obligasi langsung dan repo berjangka pun akan membantu bank mempertahankan likuiditas yang kuat. “Namun, likuiditas dolar akan mengencang karena arus keluar modal yang sedang berlangsung.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper