Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPJS Watch: Pemerintah Perlu Berlakukan Pembatalan Kenaikan Iuran Lebih Awal

BPJS Watch menilai pemerintah harus mencermati penentuan waktu berlakunya pembatalan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan agar tidak menimbulkan polemik lebih lanjut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) berdiskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat menghadiri rapat kerja gabungan di DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat ini membahas pembiayaan selisih biaya kenaikan iuran BPJS kesehatan bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja kelas III. Rapat ini juga membahas peran pemerintah daerah dalam program JKN. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) berdiskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat menghadiri rapat kerja gabungan di DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat ini membahas pembiayaan selisih biaya kenaikan iuran BPJS kesehatan bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja kelas III. Rapat ini juga membahas peran pemerintah daerah dalam program JKN. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA — BPJS Watch menilai pemerintah harus mencermati penentuan waktu berlakunya pembatalan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan agar tidak menimbulkan polemik lebih lanjut.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan bahwa pihaknya mendorong agar pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) baru agar besaran iuran yang turun dapat segera memiliki payung hukum, sehingga eksekusi keputusan tersebut dapat dilakukan pada Mei 2020.

Meskipun begitu, BPJS Watch menilai bahwa pemerintah harus meninjau kembali pemberlakuan pembatalan kenaikan iuran mulai 1 April 2020 karena masih berpotensi membebani masyarakat yang perekonomiannya terganggu akibat penyebaran virus corona. Pemerintah dinilai memiliki ruang untuk memberlakukan pembatalan kenaikan iuran itu menjadi 1 Maret 2020.

Timboel menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) No. 7/P/HUM/2020 yang membatalkan kenaikan iuran JKN bagi peserta mandiri berlaku sejak diputuskan atau dibacakan, yakni pada 27 Februari 2020. Pemerintah memang diberi waktu paling lambat 90 hari untuk melaksanakan putusan tersebut, tetapi menurut Timboel, pemerintah perlu memperhatikan kondisi saat ini sehingga pelaksanaan putusan dilakukan lebih awal.

"Pelaksanaannya bisa lebih cepat dari 90 hari, melihat saja kondisi masyarakat, peserta mandiri kan didominasi oleh pekerja informal yang tentu terdampak ekonominya oleh COVID-19. Pemerintah bisa memberlakukan pembatalan iuran mulai Maret 2020, jadi tidak hanya melihat sisi hukum, tapi yang utama konteks manusia dan sosiologisnya," ujar Timboel kepada Bisnis, Selasa (21/4/2020).

Menurut dia, dengan memajukan pemberlakuan pembayaran iuran, pemerintah dapat meringankan beban para peserta mandiri untuk pembayaran iuran Maret dan April 2020. Selain itu, kelebihan pembayaran iuran dua bulan itu pun dapat diperhitungkan untuk pembayaran bulan selanjutnya, sehingga dapat membantu para peserta mandiri di masa pandemi Covid-19.

"Saya berpikir begini, bahwa memang pemerintah harus meminta dulu kepastian kepada MA terkait pelaksanaan putusan itu, khususnya mengenai pelaksanaan maksimal 90 hari setelah putusan ditetapkan. Jangan sampai Perpres baru muncul dan menjadi polemik lagi, jangan sampai nanti diprotes lagi gara-gara sejak kapannya [pembatalan iuran berlaku]," ujar Timboel.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa pemerintah sedang menyiapkan penerbitan Perpres baru terkait pelaksanaan program JKN pasca-batalnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut merupakan bagian dari sejumlah langkah strategis pemerintah untuk menyikapi putusan MA terkait pembatalan kenaikan iuran peserta mandiri.

Menurut Muhadjir, substansi dari Perpres tersebut antara lain mengatur keseimbangan dan keadilan besaran iuran antar segmen peserta, dampak terhadap kesinambungan program dan pola pendanaan JKN, serta konstruksi ekosistem jaminan kesehatan yang sehat, termasuk peran pemerintah baik pusat maupun daerah.

"Rancangan Peraturan Presiden tersebut telah melalui proses harmonisasi dan selanjutnya akan berproses paraf para menteri dan diajukan penandatanganan kepada Presiden," ujar Muhadjir di Jakarta, Selasa (21/4/2020) melalui keterangan resmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper