Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prinsip Penyangga Likuiditas alias Bank Jangkar, Menguntungkan Tapi Berisiko

Perbankan yang akan menjadi bank jangkar perlu mendapatkan prosedur lebih rinci mengenai skema penyangga likuiditas agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan risiko yang bisa dikriminalisasi.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Perbankan yang akan menjadi bank jangkar perlu mendapatkan prosedur lebih rinci mengenai skema penyangga likuiditas agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan risiko yang bisa dikriminalisasi.

Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan siap menjadi bank jangkar untuk mendukung prinsip penyangga likuiditas terkait penyaluran bantuan dari pemerintah kepada bank yang membutuhkan. Hanya saja, pihaknya belum mengatahui skema penyaluran bantuan karena belum dikeluarkan secara resmi.

“Kita siap kalau ditunjuk. Skemanya belum tahu seperti apa karena belum keluar resmi jadi saya tidak bisa komentar manfaatnya seperti apa,” katanya kepada Bisnis, Selasa (12/5/2020).  

Soal kondisi likuiditas, Taswin mengatakan Maybank masih dalam posisi aman. Sebagai salah satu bank baraset besar di Indonesia, likuiditas Maybank diakuinya terbilang cukup.

Bahkan, masih ada potensi untuk menurunkan suku bunga setelah perseroan melakukan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin sejak awal 2020.

“Kami masih bisa menurunkan suku bunga. Tergantung suku bunga acuan dan kondisi likuiditas saja. Semua skenario mungkin saja,” katanya.

Sementara itu, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan siap mendukung kebijakan pemerintah mengenai prinsip penyangga likuiditas sesuai dengan mekanisme yang prudent.

“Kontribusi BCA sebagai bagian dari perbankan nasional, khususnya selama situasi pandemi yang dinamis seperti saat ini, akan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan otoritas untuk memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia,” katanya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan program penyangga likuiditas dinilai berpotensi efektif dalam membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas karena adanya injeksi likuiditas  di pasar uang antar bank melalui bank jangkar.

Program ini pun dinilai tidak akan membahayakan bank jangkar karena keputusan penyaluran likuiditas ada di bank jangkar yang akan melakukannya secara hati-hati dan sesuai prosedur. Bahkan, juga akan menguntungkan bank pelaksana yang membutuhkan bantuan likuiditas.

Hanya saja, program penyangga likuiditas ini memiliki risiko untuk dikriminalisasi karena menyangkit penggunaan uang negara. Prosedur yang salah bisa dianggap merugikan negara.

“Risikonya adalah bisa dikriminalisasi atau bahkan dipolitisasi, kalau sudah dikriminalisasi atau dipolitisasi yang benar bisa jadi salah, yang baikpun bisa masuk penjara,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper