Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketika Bos BRI dan OJK Khawatir Corona Tak Kunjung Usai

Sampai saat ini, seluruh dunia masih berjuang untuk mengatasi pandemi ini, termasuk di Indonesia. Sektor perbankan pun tak luput dari dampak virus corona.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Penyebaran virus corona (Covid-19) dimulai pada akhir tahun lalu ketika pertama kali muncul di Wuhan, China.

Sampai saat ini, seluruh dunia masih berjuang untuk mengatasi pandemi ini, termasuk di Indonesia. Sektor perbankan pun tak luput dari dampak virus corona.

Sunarso, Direktur Utama BRI yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara), menyatakan kekhawatirannya mengenai lamanya pandemi ini mereda. Pasalnya, dengan krisis Covid-19, banayak masyarakat yang tidak bekerja sehingga tidak memiliki penghasilan.

Cadangan pun lama kelamaan kian menipis. Jangankan untuk mencicil pembayaran pinjaman, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun masyarakat sulit.

"Kalau kemudian krisis tidak hilang-hilang, itu yang kami khawatirkan," ujarnya Jumat (15/5/2020).

Sunarso menyebutkan hasil pengamatan dan riset yang dilakukan pihaknya menyatakan para debitur UMKM, terutama mikro dari usaha produktif memiliki kekuatan bertahan hingga 3 bulan. Jika virus corona bisa hilang dalam 3 bulan ke depan, para debitur cukup diberi penundaan pembayaran pokok masih bisa bertahan.

Hingga Maret 2020, kondisi perbankan dalam negeri masih baik. Kenaikan rasio kredit bermasalah belum terlalu kelihatan karena berada di level 2,77 persen pada akhir Maret 2020, atau di bawah ambang batas sebesar 5 persen.

Ketika Bos BRI dan OJK Khawatir Corona Tak Kunjung Usai

Dia pun menyebutkan masa bertahan para nasabah dimulai pada Maret hingga Mei 2020. Dengan demikian, restrukturisasi kredit paling lambat diselesaikan pada Juni. Jika masih belum bisa rampung, maka harus selesai pada bulan berikutnya untuk mengantisipasi ketahanan para pelaku UMKM yang selama 3 bulan.

"Semoga akhir tahun [dampak corona] sudah selesai, sehingga tahun depan ekonomi bergerak kembali," kata Sunarso.

Dia pun mengapresiasi kebijakan OJK untuk memberikan relaksasi kepada perbankan, yaitu nasabah yang mendapatkan restrukturisasi bisa langsung masuk ke kategori lancar sehingga tidak menjadi NPL, yang mengharuskan bank membentuk pencadangan. Hal tersebut tidak dapat dilakukan ketika dalam keadaan normal.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan kurva infeksi Covid-19 di Indonesia masih terus meninggi. Oleh karena itu, dia menilai masyarakat harus mematuhi imbauan pemerintah, seperti disiplin dalam penerapan social distancing.

"Prediksi pak Sunarso bisa saja terjadi, tetapi semoga tidak seperti itu," ujarnya.

Heru pun menyatakan saat ini OJK sedang menggodok pelonggaran aturan Basel III, di mana negara lain sudah mulai melakukan hal ini. Dengan pelonggaran ini, diharapkan perbankan bisa memiliki nafas yang lebih panjang, baik di sisi permodalan maupun likuiditasnya.

Adapun, beberapa peran OJK dalam program pemulihan ekonomi nasional, di antaranya memberi nafas bagi sektor riil dan informal untuk dapat bertahan di masa pandemi Covid-19 melalui relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan serta memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan melalui tidak dibebaninya tambahan cadangan kerugian kredit bermasalah.

OJK pun mendukung program pemberian subsidi bunga bagi UMKM dan sektor informal dengan memberikan informasi dalam rangka pelaksanaan pemberian subsidi bunga melalui pemanfaatan SLIK dan mendukung program penyediaan ruang likuiditas yang memadai untuk menopang
kebutuhan likuiditas dalam menjalankan kebijakan Pemerintah dalam memberikan stimulus bagi sektor riil bersama Pemerintah dan Bank Indonesia.

Ketika Bos BRI dan OJK Khawatir Corona Tak Kunjung Usai

Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan pemerintah dan otoritas sudah cukup cepat dalam mengantisipasi dampak dari Covid-19.

"Begitu diumumkan ada wabah Covid-19 [di Indonesia], tidak sampai 1 bulan pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan baik fiskal maupun moneter [dari Bank Indonesia]," jelasnya.

Menurutnya, hal inilah yang membedakan dengan kondisi krisis ekonomi pada 1998. Selain itu, saat ini pemerintah telah memiliki infrastruktur kelembagaan yang lengkap dan didukung oleh payung hukum yang kuat.

"Sekarang pun didukung oleh Perppu No.1/2020, semua menjadi lebih optimistis bahwa [krisis corona] bisa ditangani," kata Piter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper